Tidak pernah mengubah haluan menjadi partai politik peserta pemilu yang berkontestasi dengan partai-partai lain, namun keberadaannya senantiasa dihitung.
Tidak sekadar menyediakan lumbung suara
(voters) yang potensial, akan tetapi keberadaan para tokoh kunci Muhammadiyah dari tingkat pusat hingga akar rumput sangatlah penting dalam menyemai gagasan pencerahan tentang berbagai isu keumatan dan kebangsaan di lingkungan warga Persyarikatan. Tokoh tokoh Muhammadiyah adalah
trend setters yang sangat didengar.
Tentu saja, sebagai kekuatan organisasi
civil society muslim, Muhammadiyah sangatlah berkepentingan dengan arah perjalanan bangsa. Muhammadiyah terpanggil tidak saja untuk sekadar merawat akan tetapi juga memajukan bangsa.
Hal ini telah ditunjukkan bahkan sejak periode formatifnya. Di era itu, Muhammadiyah membangun dan memperkokoh basis atau fundament sosio kultural melalui gerakan keagamaan transformatifnya (pemurnian akidah dan sebagainya), kemanusiaan, dan pendidikan.
Komunitas muslim perkotaan yang dibangun Muhammadiyah menjadi modal penting dalam memperkokoh basis kekuatan politik. Munculnya sejumlah tokoh Muhammadiyah yang kemudian ikut mewarnai wacana keislaman dan kebangsaan melalui berbagai penerbitan, aktivisme sosial politik di berbagai gerakan semisal Budi Utomo, SI, PII dan sebagainya, persentuhannya secara intens dengan sejumlah tokoh penting nasional dari berbagai latar belakang agama, ideologi dan politik menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dari dinamika dan pergumulan Muhammadiyah dalam panggung politik kebangsaan kala itu.
Posisi sosial, keagamaan, intelektual dan politik (meskipun bukan partai politik) Muhammadiyah, melalui tokoh-tokohya, dengan cepat diperhitungkan di era bergerak
(age of motion) tersebut. Muhammadiyah menjelma menjadi sebuah gerakan civil society Islam modern yang sangat populer dan berpengaruh di Asia Tenggara.
Perhatiannya diarahkan kepada ijtihad dan tajdid dengan maksud, pertama agar keyakinan dan pemahaman Keislaman masyarakat jenuin dengan mengedepankan kekuatan Manhajy, bukan Madzhaby. Kedua, agar masyarakat tercerahkan dan terbebas dari kenestapaan sosial dan ekonomi. Ketiga, agar Indonesia terbebas dari kolonialisme.
Basis kultural inilah yang nantinya diharapkan bisa menopang bangunan politik kebangsaan khususnya bagi Muhammadiyah. Melalui cara atau pendekatan seperti inilah Muhammadiyah mulai menampakkan kecenderungan ideologisnya.
Watak MuhammadiyahAda beberapa kata kunci atau unsur penting dari kecenderungan atau watak gerakan Muhammadiyah ini yaitu Islam, pandangan tentang kebangsaan (nasionalisme), pandangan tentang kemanusiaan dan keadilan, pandangan tentang kedaulatan dan kemerdekaan, pandangan tentang negeri yang baik penuh ampunan Tuhan.
Kata kata kunci inilah yang menjadi salah satu sumber etos para tokoh penting Muhammadiyah untuk terlibat secara intens: (1) dalam gerakan politik praktis di Budi Utomo, SI, PII, MIAI, Masyumi dan di berbagai partai politik bahkan hingga saat ini (2) dalam gerakan militer kelasykaran pra kemerdekaan dan era revolusi (3) dalam perjuangan diplomatik (4) dalam perdebatan di BPUPKI dan PPKI yang kemudian melahirkan Pancasila dan UUD RI (5) dalam merawat, mempermatang dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Singkatnya, Muhammadiyah adalah gerakan Islam modern berkemajuan, nasionalis, memperjuangkan sebuah negeri yang berdaulat untuk kemaslahatan bersama dan keadilan dan cinta damai.
Jadi, tidak beralasan bagi Muhammadiyah dan seluruh warga persyarikatan untuk tidak merawat bangsa dan negara Indonesia karena Muhammadiyah secara nyata telah ikut andil yang sangat besar dalam mendirikan Indonesia. Kesediaan Muhammadiyah untuk secara bersama sama membangun Indonesia yang berkeadaban tak diragukan.
Ta'awun
Spirit ta'awun yang kemudian menjadi tema utama Milad Muhammadiyah yang ke-106 tahun ini memperoleh momentumnya yang sangat pas.
Tidak saja karena etos dan watak utama gerakan Muhammadiyah sebagaimana yang diurai di atas, akan tetapi karena disadari bahwa Indonesia ke depan haruslah menjadi sebuah negara dan bangsa yang besar dan dihormati oleh semua bangsa di dunia.
Hal ini tidak mungkin dilakukan hanya oleh pemerintah saja. Keikutsertaan semua kalangan sangat dibutuhkan. Muhammadiyah tentu memiliki kesempatan yang sangat luas.
Spirit ta'awun ini bisa diejawantahkan di lingkungan internal Muhammadiyah dengan meningkatkan kualitas amal dan memperkuat jati dirinya sebagai kekuatan civil society muslim.
Dengan tetap mempertahankan ciri keislamannya, civil society yang dibangun oleh Muhammadiyah akan memiliki kemampuan menyumbang dan meningkatkan kualitas demokrasi substansial.
Sementara itu, secara eksternal, kesiapan Muhammadiyah untuk ber-ta'awun kepada bangsa akan mendorong pemerintah khususnya untuk mengawal Indonesia menjadi sebuah negeri yang berkemajuan. Ini artinya bahwa pemerintah bersama Muhammadiyah dan elemen kekuatan masyarakat lainnya haruslah memiliki kemauan tulus dan kemampuan untuk menjaga dan memajukan Indonesia, dipikul secara bersama dan tulus.
Inilah watak penting Muhammadiyah yaitu ketulusan untuk memberi, merawat, membesarkan dan memajukan. Dirgahayu 106 Muhammadiyah.
[***]
Penulis adalah Associate Professor Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) UIN Jakarta, Asisten Stafsus Presiden RI Bidang Keagamaan Internasional, dan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.
BERITA TERKAIT: