Dugaan ini menguat dengan pernyataan Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief yang mengatakan PKS dan PAN telah menerima uang Rp 500 miliar dari Sandiaga Uno untuk direkomendasikan sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Wasekjen DPP Advokat Cinta Tanah Air (ACTA), Ade Irfan Pulungan berpendapat, alangkah baiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK) aktif mengawasi mahar politik menjelang pendaftaran capres-cawapres.
"KPK mempunyai kemampuan dan diberikan kewenangan oleh UU untuk menyadap adanya dugaan tindak pidana korupsi," kata Ade Irfan kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (9/8).
Sementara PPATK, diberikan kewenangan untuk menilai transaksi dan rekening siapapun yang patut dicurigai.
Dua institusi itu, lanjut Irfan, harus mempunyai keberanian melakukan tindakan hukum kepada siapapun dalam proses Pilpres 2019.
Pencalonan capres-cawapres merupakan cerminan, apakah bentuk demokrasi di Indonesia masih ditentukan dengan politik uang (mahar politik) atau tidak.
"Masyarakat Indonesia akan memilih pemimpin bukan memilih kucing dalam karung yang ditentukan lewat kesepakatan pragmatis," tutup Irfan.
[rus]
BERITA TERKAIT: