Wahyu menjelaskan, sebelum ada peristiwa KTP el yang tercecer, isu KTP el rusak bebas nilai dan tidak menjadi kekawatiran. Namun setelah peristiwa KTP el rusak tercecer dan dikaitkan dengan Pilkada 2018 maka hal ini menjadi isu yang dikhawatirkan masyarakat.
"Kami cukup tergangu dengan spekulasi mobilisasi massa yang dihubungan KTP el rusak yang tercecer dengan Pilkada 2018," ujarnya dalam acara diskusi
Indonesia Lawyer Club TVOne, Selasa (29/5).
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan mobilisasi massa dalam Pilkada 2018 tidak mungkin terjadi, sebab setiap pemilih hanya bisa memilih sesuai alamat domisili KTP.
Ia mencontohkan pemilih yang beralamat di Padang , Sumatera Barat tidak bisa memilih di Semarang.
Selain itu, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS diambil dari warga setempat. Sehingga petugas KPPS bisa mengetahui, mana warga setempat mana yang bukan.
"Jadi TPS di Padang kedatangan warga asing selain KTP dengan alamat setempat tentu saja KPPS menolak melayani hak pilihnya. Orang yang menggunakan hak pilihnya sesuai dengan alamat KTP tersebut" ujar Wahyu.
[nes]