Dugaan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan melampaui wewenang oleh Presiden Jokowi itu terkait pertemuannya dengan elite Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Istana Negara, pada pada Kamis lalu (1/3) di tengah jam kerja.
Salah satu Komisioner Ombudsman RI, Ninik Rahayu, menjelaskan bahwa setiap laporan dari masyarakat pasti diterima oleh Pusat Pelayanan Informasi. Laporan yang baru diterima itu kemudian dibawa ke Tim Verifikasi Laporan (TVL) untuk memeriksa apakah semua persyaratan formal dan material sudah terpenuhi.
"Kan cukup banyak ya. Ada yang lewat website, ada yang langsung datang, tentu kami perlu verifikasi tentang kelengkapan datanya. Karena kami kan didikte oleh undang-undang, siapapun pelapornya tanpa membedakan satu dengan yang lain," katanya saat dikonfirmasi wartawan, Senin (5/3).
Dari situ, laporan masuk dibawa ke rapat pleno para komisioner yang biasanya dilakukan tiap awal pekan. Pleno dilakukan untuk menentukan kasus tersebut dilanjutkan atau tidak.
"Cepat mas. Kan tiap Senin kami pleno. Jadi tiap Senin pasti akan diputuskan," imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua ACTA, Ali Lubis, bilang laporan itu tak menyertakan pihak terlapor. Ali justru ingin Ombdusman yang menentukan.
"Enggak boleh. Itu kan syarat formal, dia harus bilang pelapornya siapa, terlapornya siapa, harus jelas. Kalau orang melaporkan, yang dilaporkan siapa enggak tahu, ya enggak mungkin toh," tegas Ninik.
Soal kemungkinan besar laporan ACTA bakal ditolak Ombudsman, Ninik menjawab diplomatis.
"Bukan soal potensi (ditolak). Ini persyaratan, pelapornya, terlapornya, pelaporannya sendiri juga harus orang yang berkepentingan langsung, hubungannya dengan kasus itu apa, kalau dirugikan. Dia mewakili siapa, diri sendiri atau mewakili siapa," urainya.
"Tapi kalau syarat material dan formal saja enggak terpenuhi, ya pasti enggak sampai ke pleno," pungkasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: