Tabrak Aturan, Silakan Dibawa Ke PTUN

Jika 2 Jenderal Polri Dipaksakan Jadi PJ Gubernur

Selasa, 30 Januari 2018, 08:55 WIB
Tabrak Aturan, Silakan Dibawa Ke PTUN
Tjaho Kumolo/Net
rmol news logo Rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjaho Kumolo mengangkat dua jenderal Polri jadi pejabat sementara (Pj) Gubernur terus berpolemik. Banyak pihak menolak rencana itu karena menabrak undang-undang. Jika dipaksakan, surat keputusan (SK) pengangkatan Pj Gubernur itu bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Diketahui, ada dua nama perwira tinggi (pati) Polri diusulkan jadi Pj Gubernur selama pilkada ber­langsung. Yakni Asisten Operasi (Asops) Kapolri Irjen Mochamad Iriawan untuk posisi Pj Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Kepala Divisi Propam Polri Irjen Martuani Sormin untuk posisi Pj Gubernur Sumatera Utara (Sumut).

Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI) Karyono Wibowo me­nilai, jika rencana pengangkatan anggota Polri jadi Plt Gubernur direalisasikan, maka Surat Keputsusan (SK) itu berpotensi di PTUN-kan dengan alasan menabrak undang-undang. "Kalau ada peraturan dilanggar, kemudian dikeluarkan SK pen­gangkatannya, tentu berpotensi bisa di-PTUN-kan atau dibawa ke ranah pengadilan," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Selain menabrak Undang-undang Pilkada dan Aparatur Sipil Negara (ASN), rencana mengangkat pati polri jadi Pj Gubernur itu berpotensi me­langgar Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 74 Tahun 2016, Pasal 4 (2) bahwa Pelaksana Tugas Gubernur har­us berasal dari pejabat pimpi­nan tinggi madya Kementerian Dalam Negeri atau Pemerintah Provinsi (Pemprov).

Diharapkan, Kemendagri mengkaji lagi rencana pengangkatakan pati Polri men­jadi Pj Gubernur. "Saya kira Kemendagri harus mengkaji ulanglah," tandasnya.

Senada diungkapkan pakar hukum tata negara, Irman Putra Sidin. Irman menilai, pengisian Pj Gubernur dari unsur Polri jelas bertentangan dengan UU Pilkada serta UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang ASN.

Irman menjelaskan, Pasal 201 Ayat 10 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada sudah dijelaskan, untuk mengisi keko­songan jabatan Gubernur selama berlangsungnya pilkada, maka diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpi­nan tinggi madya sampai sampai selesai pelantikan Gubernur terpilih.

Adapun pemimpinan madya dimaksud telah didefinisikan dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN yakni sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah.

"Jadi (Pj Gubernur) ini tidak boleh (diberikan) kepada orang yang menduduki jabatan set­ingkat karena hal ini justru bisa menyeret institusi Polri dan TNImenyalahi konstitusi. Konstitusi sudah memberikan batasan tegas peran dan otoritas institusi Polri dan TNI yakni menjaga kedaula­tan negara, keamanan, ketertiban serta penegakan hukum," ujar Irman, kemarin.

Sesuai aturan, lanjut dia, Polri atau TNI hanya diperbolehkan mengisi jabatan untuk instansi pusat bukan pemerintahan daerah. Amanat ini sudah sampaikan pada PP Nomor 11 Tahun 2017 khusus­nya Pasal 147 serta 148 (2).

"Perlu dicermati, jikalau ke­mudian Kemendagri memu­dahkan anggota Polri untuk dijadikan personel pemerintahan maka hal ini jangan sampai akan menjadi eskalasi metamorfosa. Polri akan dijadikan institusi di bawah Kemendagri, tentunya ini bertentangan dengan konstitusi," tukasnya.

Sementara, Mendagri Tjaho Kumolo mengklaim rencana pengangkatan dua Pj Gubernur itu sudah diketahui Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Jokowi disebut tak memper­masalahkan usulan itu lantaran penunjukan perwira TNI sebagai gubernur itu dikarenakan alasan keamanan. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA