Karena itu, pembangunan infrastuktur Indonesia saat ini difokuskan untuk daerah terpencil.
Luhut mengatakan itu saat berbicara dalam workshop bertema "From Pipedream to Pipeline" pada rangkaian World Economic Forum di Davos, Swiss, Rabu lalu (24/1).
"Dana untuk pembangunan infrastruktur kami saat ini terbatas, hanya 30 persen dari APBN kami, karena itulah pembangunan di kota-kota besar kami usahakan tidak menggunakan dana APBN," jelas Luhut.
Diskusi yang diikuti beberapa pemimpin negara, tokoh dan aktivis lingkungan hidup itu membahas cara agar proyek-proyek yang secara komersil tidak menarik, bisa mendapat pembiayaan dan berkelanjutan.
"Karena itu kita harus mencari cara bagaimana agar proyek-proyek itu bisa menarik bagi investor.
Blended finance bisa menjadi salah satu jalan keluarnya," ungkap Luhut.
Dalam workshop tersebut, Luhut satu meja dengan PM Papua New Guinea, Peter O’Neill, lalu aktivis lingkungan hidup yang juga mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Al Gore; Michelle Rempel (anggota parlemen Kanada), Thani Al Zeyoudi (Menteri Lingkungan Hidup UAE) dan beberapa tokoh lain.
Luhut mengatakan pula bahwa yang paling penting adalah membuat masyarakat paham bahwa yang dikerjakan pemerintah saat ini akan memberi manfaat untuk mereka.
"Kami juga memperlakukan rakyat dengan fair, misalnya pada pembebasan lahan, kami menggunakan jasa independen appraisal untuk menghitung harga ganti rugi yang pantas," jelasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: