Bahkan semua direksi dan komisaris yang ditugaskan menjalankan RKAP itu juga diusulkan person-personnya oleh dewan komisaris holding kepada menteri BUMN melalui deputi bidang usaha argo dan farmasi. Padahal yang ditanyakan Mara Salem itu sangat sederhana dan tidak ada yang di luar isi RKAP, artinya selevel pendidikan sekolah dasar yang bekerja di lingkungan perkebunan tentu sangat mudah menjawabnya. Tetapi menjadi aneh dan lucu ketika direksinya sudah sekolahnya tinggi-tinggi di luar negeri dan sudah lama kerja di holding perkebunan ternyata tak bisa menjawab sepatah dua kata pun, padahal mereka banyak waktu bisa mengerpek (open book) jawabannya dari data-data yang mereka buat dan miliki sendiri tanpa ada pengawas ujian, seperti kita ujian akhir SMP dan SMA.
Sehingga dari perspektif materi pertanyaan yang sederhana tapi pasti menohok dan tak mampu terjawab oleh Direksi Holding Erwan Pelawi itu akan berakibat publik semakin merasa yakin ada persoalan besar dan rumit telah terjadi di holding perkebunan ini tetapi publik sudah banyak terkecoh oleh kombur-kombur direksi di media-media seolah olah kinerja holding semakin baik dalam mentranformasikan proses bisnisnya dengan dibungkus istilah keren seperti 'on farm dan off farm' supaya dibilang hebat bahwa holding perkebunan sekarang kinerjanya sudah melompat ketahapan kelas dunia. Padahal kenyataannya di balik itu banyak tersingkap aroma busuk yang kalau salah-salah mengelolanya bisa jadi holding perkebunan ini terancam bangkrut, jangankan bertanding di kelas dunia, di kelas tarkam (antar kampung) saja bisa kalah jauh dengan perusahaan kebun swasta baik produksi dan kemampuan mencetak labanya.
Sebaiknya semua harus tau apa sih pertanyaan yang sudah disampaikan oleh Mara Salem kepada direksi holding perkebunan adalah sebagai berikut;
1. Apakah dalam RKAP Holding PTPN III tahun 2016 dan tahun 2017 yang telah disetujui oleh Kementerian BUMN dan RUPS soal pemupukan semua tanaman di seluruh kebun hanya dilakukan sekali setahun atau dua kali setahun.
2. Saya mendengar info bahwa sampai bulan Oktober ini pemupukan semester satu tahun 2017 masih berlangsung sampai saat ini di kebun-kebun. Apakah info itu benar, kalau benar mengapa bisa sangat terlambat.
3. Apakah benar beberapa PKS di PTPN IV Sumut tidak beroperasi, seperti PKS Mandoge, Mayang, Dolok Sinumbah, Gunung bayu dan Bah Jambi, Dolok Ilir. Kenapa bisa begitu banyak PKS tidak beroperasi.
4. Apakah benar beberapa PKS milik PTPN III di Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Sumut rusak seperti PKS Torgamba dan PKS Aek Nabara, sehingga banyak TBS dari kebun kebun di sekitar PKS Sumut tersebut terpaksa TBS dibawa ke PKS Tanah Putih Kecamatan Balai Raya di Kabupaten Rokan Hilir milik PTPN V Riau, rencananya 5.000 ton per hari tetapi PTPN V Riau hanya menyanggupi 1.000 ton per hari. Kalau info ini benar kenapa bisa begitu dan berapa potensi kerugiannya.
5. Berapa volume total restan TBS saat ini diakibatkan oleh pengangkutan buah dari kebun kebun terkendala ke PKS dan telah rusaknya beberapa PKS yang tidak bisa mengolah TBS. Kemudian kalaupun dititip olah di PKS yang terdekat tentu juga tidak bisa maksimal karena PKS tersebut juga sudah punya jatah mengolah buah sawit dari kebun sekitarnya. Apa solusinya kalau kondisi seperti ini terjadi.
6. Bagaimana perkembangan beberapa PKS di PTPN XIII akibat membeli pintu rebusan barang bekas dan sudah pernah kami beritakan. Apa tindakan holding terhadap Direksi PTPN XIII dan bagaimana dgn kasus kebun fiktif di PTPN XIII.
Dari enam pertanyaan di atas diajukan Mara Salem pada 14 Oktober 2017 ternyata tidak terjawab satu pun oleh Direksi Holding Perkebunan Erwan Pelawi yang semua pertanyaan itu telah diketahui juga oleh Dirut Holding Dasuki Amsir dan Komut Holding Joefly Bahruni dan Deputi Meneg BUMN Wahyu Kuncoro yang sampai dengan tulisan ini dibuat menurut Mara Salem belum terjawab juga. Padahal kalau mengacu pada UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik maka telah terjadi pelanggaran terhadap UU dan Peraturan Menteri BUMN 3/2015 tentang Rangkap Jabatan serta pelanggaran berat dewan direksi holding perkebunan terhadap RKAP tahun 2016 dan 2017.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, sebaiknya Menteri BUMN Rini Soemarno sebagai pembantu presiden segera bertindak menyikapi persoalan. Agar tidak segera masuk ke ranah penegakan hukum, baik upaya kami melaporkan dugaan korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi dan menggugat terhadap perbuatan melawan hukum oleh penguasa ke pengadilan.
[***]
Penulis adalah direktur eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)
BERITA TERKAIT: