Pansus KPK Dibilang Mirip Teroris

Selasa, 04 Juli 2017, 11:20 WIB
Pansus KPK Dibilang Mirip Teroris
Foto/Net
rmol news logo Pansus Hak Angket KPK di DPR bereaksi keras atas pernyataan Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menolak menjemput paksa Miryam S Haryani. Sejumlah anggota pansus bahkan mengancam membekukan anggaran KPK dan Polri.

Indonesia Police Watch
(IPW) menilai langkah DPR tersebut keterlaluan dan tidak pantas dilakukan anggota DPR. Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan, oknum di Pansus Hak Angket DPR jangan berlagak dan bergaya seperti teroris main ancam akan menyandera dana Polri.

"Harusnya oknum-oknum itu menyadari terlebih dahulu apakah pemanggilan paksa yang disebutkan dalam UU MD3 sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang ada atau tidak, teru­tama KUHAP," ujarnya.

IPW menilai, ancaman yang dilontarkan segelintir oknum di Pansus pasca Kapolri menolak pemanggilan paksa terhadap Miryam lebih memperton­tonkan gaya premanisme yang berlagak seperti teroris yang main ancam penyanderaan.

"Meski gertakan segelintir ok­num Pansus itu tak lebih sebagai gertakan sambal, tapi gertakan itu lebih menunjukkan oknum oknum itu hanya memperton­tonkan arogansinya ketimbang memikirkan nasib rakyat dan bangsa," kata Neta.

Pihaknya berharap jajaran Polri tidak terpengaruh dengan gertak sambal segelintir oknum di Pansus yang hendak me­nyandera anggaran. Menurut Neta, ada tiga alasan kenapa Polri cukup mengabaikan ger­tak sambal tersebut.

Pertama,
anggaran milik DPR apalagi milik oknum-oknum Pansus yang mengancam akan menyandera, tapi milik rakyat dari pajak rakyat untuk membiayai Polri dalam men­jaga keamanan rakyat.

Kedua, dasar hukum pe­manggilan paksa itu tidak jelas karena tidak ada Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dari UU MD3. "Sehingga jika polisi memanggil paksa Miryam se­mentara yang bersangkutan ada di tahanan KPK, hal ini bisa menimbulkan benturan antara Polri dan KPK," sebut Neta.

Ketiga,
sebagian oknum DPR disebut-sebut terlibat kasus korupsi eKTP, sehing­ga warna kepentingan un­tuk mengamankan kelompok maupun pribadi lebih terasa menonjol.

Sebelumnya, Anggota Pansus Hak Angket KPK, Muhammad Misbakhun menyarankan DPR untuk membeku­kan anggaran KPK-Polri untuk tahun 2018. "Kita mempertim­bangkan menggunakan hak budgeter DPR di mana saat ini dibahas di RAPBN2018, ter­masuk di dalamnya anggaran polisi dan KPK. Bila mereka tidak menjalankan apa yang menjadi amanat UU MD3, maka DPR mempertimbang­kan, saya meminta Komisi III mempertimbangkan pemba­hasan anggaran kepolisian dan KPK," katanya.

Misbakhun menyebut usu­lannya telah dibahas di lingkup Pansus Hak Angket KPK yang mayoritas diisi anggota Komisi III. Menurutnya, polisi harus menuruti permintaan Pansus soal jemput paksa Miryam karena diatur di UU MD3.

"Dalam hal ini ketika DPR ingin menggunakan haknya dengan melibatkan pihak ke­polisian, kalau kepolisian ke­mudian masih memberikan tafsir-tafsir yang berbeda, ten­tunya DPR akan menggunakan hak-hak yang dipunyai DPR untuk melakukan pembahasan anggaran," tegasnya.

Dia menekankan bahwa jika KPK-Polri tak menuruti permintaan DPR soal Miryam, anggaran untuk tahun 2018 bagi dua institusi tersebut disetop. "Kita tidak memotong. Pembahasan anggaran 2018 tak akan dibahas bersama kepoli­sian dan KPK. Bukan tidak cair tapi 2018 mereka tak punya postur anggaran. Hampir se­mua anggota dalam tone yang sama," tandasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA