Kenapa Kasus "Minyak Zatipu" Muncul Lagi Di Pertamina?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 30 September 2016, 13:57 WIB
Kenapa Kasus "Minyak Zatipu" Muncul Lagi Di Pertamina?
Yusri Usman/Net
rmol news logo . Seandainya pemerintah serius mengevaluasi mengapa sejak semua kendali bisnis pengadaaan minyak setelah Petral dinonaktifkan dan sudah dipusatkan seluruh otoritasnya tanpa pengawasan di Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina sehinga bisa memunculkan kasus "minyak zatipu" alias zaitun tipu-tipu.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman dalam keterangan elektroniknya kepada redaksi, Jumat (30/9).

Pertama, tentulah akibat ketidaktransparannya ISC dalam menjalankan proses bisnisnya. Contohnya, setiap rencana pembelian minyak mentah dan produk BBM tidak pernah diumumkan secara terbuka, dan dalam proses tendernya juga masih setengah terbuka.

"Artinya tidak seperti lazimnya pada tender lainnya, pada saat dibuka penawaran harga sesama kompetitor bisa saling mengetahui berapa masing-masing pihak menawarnya," ujar Yusri Usman.

Menurutnya, walaupun penawaran via eletronik, seharusnya di ISC dibuat layar monitor seperti dibursa saham, sehingga semuanya bisa melihatnya. Kemudian juga setelah ditunjuk pemenang tendernya, seharus ISC harus ruitn merilis siapa pemenangnya dan jenis minyak dan berapa volume yg akan disuplai, jadwalnya serta berapa harganya, karena hal ini merupakan indikasi bahwa ISC telah taat menerapkan aturan "GCG" dan memenuhi UU keterbukan informasi kepada publik.

Selain itu, ungkap Yusri Usman, kesalahan kedua adalah ada pada Direktur Umum Pertamina dan SPI saat itu yang telah memberikan batasan priode audit forensik pada konsultan kordamentha saat itu, walaupun dibungkus dengan alasan kemahalan, suatu alasan yang tidak masuk akal sehat untuk membersihkan dugaan mafia minyak yang sangat memberikan stigma negatif bagi Pertamina.

"Coba diiikuti saran saya bahwa priode auditnya dimulai tatahun 2004 hingga 2014. Maka akan sudah ditemukan kasus "Sarir" pada tahun 2006-2009. Dan setelah Arie Soemarno dicopot dari Dirut Pertamina, maka minyak sarir itu hilang dari peredaran di semua kilang Pertamina dan terkahirnya digunakan pada pada Maret 2009," imbuhnya.

Diduga, pembatasan periode audit forensik kordhamenta hanya tahun 2012 sampai 2014 saat itu hanyalah untuk menghidari temuan soal "sarir crude" dan lain-lainnya, karena menyangkut ada kepentingan pejabat yang baru mulai berkuasa di sektor migas juga saat ini.

Akan tetapi, lanjut Yusri Usman, walaupun dibatasi priode auditnya 2012-2014 saja, faktanya dalam laporan resume audit yang diperoleh pihaknya, ditemukan fakta yang mengejutkan, yaitu transaksi pada Januari 2009 soal draf perjanjian pembelian HSD dari Petronas untuk "term" 1 tahun, yang dari metadata dari draf perjanjiannya tersebut dan tampaknya draf tersebut disiapkan oleh pihak ketiga, selain itu juga terdapat klausul yang menyatakan bahwa "pihak" adalah pihak penjual dalam transaksi tersebut dan pihak ketiga yang akan mengatur ketentuan transaksi tersebut, begitulah bunyi bagian dari laporan audit kordhamenta tersebut.

"Sehingga dengan adanya temuan baru ini sudah seharusnya BPK RI sebagai organ negara yang secara UU bertanggungjawab mencegah, menemukan potensi kerugian negara untuk segera bertindak melakukan audit forensik secara menyeluruh dari tahun 2004-2012 untuk pro justicia, yaitu priode yang tidak tersentuh oleh "audit forensik kordhamenta". Apakah BPK berani melakukan ini, itulah yang sangat ditunggu oleh publik," tukasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA