Namun, Arcandra dijadikan menteri atau tidak sepenuhnya hak prerogatif Presiden Jokowi.
"Kan tidak ada visi dan misi menteri, yang ada visi misi presiden yang dijalankan menteri. Jadi kami mendukung pilihan Jokowi," ujar Ketua Umum BaraJP, Sihol Manullang, di Jakarta, Kamis (8/9).
Sihol mengatakan, banyak masalah energi nasional yang perlu diarahkan kembali agar benar-benar menjadi kekayaan bangsa yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Arcandra, adalah sosok yang dipercaya Jokowi untuk melaksanakan tugas itu.
"Soal kewarganegaraan tidak relevan lagi dipersoalkan. Orang dari bangsa lain saja banyak yang sengaja diangkat menjadi WNI supaya bisa membela kesebelasan nasional. Arcandra Indonesia asli, mosok dipertanyakan," katanya.
BaraJP sendiri berharap, Arcandra hendaknya mengakhiri praktik "tidak terbuka" dalam pengelolaan cost recovery. Untuk tahun 2015, usulan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) US$ 14 miliar, namun yang disetujui DPR malah menjadi US$ 16,5 miliar.
"Publik tidak tahu mengapa usulan hanya US$ 14 miliar, namun yang disetujui DPR malah menjadi US$ 16,5 miliar. Maka ke depan Komisi Pemberatansan Korupsi (KPK) harus ikut serta mengawasi perhitungan cost recovery," kata Sihol.
Selain KPK, SKK Migas hendaknya melibatkan surveyor independen untuk menghitung cost recovery. Jika SKK Migas membela diri ada audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tetap masih perlu surveyor independen.
"Dengan penurunan harga minyak, pengelolaan cost recovery yang benar akan meningkatkan pendapatan negara dari migas. Jika Pak Jokowi mempercayakan tugas ini kepada Arcandra Tahar, BaraJP mendukung sepenuhnya," demikian Sihol.
[rus]
BERITA TERKAIT: