Demikian dikatakan Manager Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi kepada wartawan di gedung Ombudsman Republik Indonesia (ORI),Senin (5/9). FITRA melaporkan Menkominfo ke Ombudsman karena dianggap tidak transparan dalam membuat kebijakan penurunan biaya interkoneksi.
"Hari ini kami melaporkan adanya dugaan potensi kerugian negara tentang peraturan Menteri No. 8 Tahun 2006 tentang biaya Interkoneksi yang akan diubah oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kebijakan tarif baru ini berlaku pada 1 September 2016," kata Apung.
Menurut dia, ada kejanggalan dari kebijakan yang dikeluarkan kementerian tersebut. Perubahan kebijakan tersebut tidak selevel dengan peraturan menteri, tetapi hanya berupa surat edaran No.1153/M.Kominfo/PI.0204/08/2016
Pihaknya juga menilai kalau Kemenkominfo terburu-buru dalam membuat kebijakan mengubah biaya interkoneksi tersebut. Pasalnya, surat edaran itu ditandatangani oleh pelaksana tugas (Plt) Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).
"Prosesnya yang terkesan terburu-buru dan Surat tersebut diteken oleh Plt BRTI. Sangat tidak layak seorang Plt Dirjen menandatanganinya,†tegasnya.
Apung juga menambahkan isi surat edaran tersebut terindikasi melanggar peraturan pemerintah No. 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
Khususnya, menyangkut penetapan tarif interkoneksi yang seharusnya didasarkan pada Pasal 22 dan 23 PP tersebut.
"Untuk itu, kami meminta kepada Ombusman agar ikut terlibat dan membatalkan kebijakan yang akan berpotensi pada kerugian negara," demikian Apung.
[ian]
BERITA TERKAIT: