Pemerintahan Orba menerapkan agar partai politik tak perlu banyak. Alhasil partai-partai Islam berfusi menjadi satu. Ada empat hasil fusi politik Partai Islam, ketika pemerintahan Orba menghapuskan multi partai.
Keempat fusi politik itu yakni Nahdlatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam (PSII) dan Partai Islam Perti. Fusi ini menjadi simbol kekuatan PPP. Sejumlah tokoh umat dan politik mendeklarasikan PPP, setelah terjadinya fusi politik itu. Para deklarator itu adalah KH. Idham Chalid (Ketua Umum PB NU), H Mohammad Syafaat Mintaredja, SH (Ketua umum Parmusi), Haji Anwar Tjokroaminoto (Ketua umum PSII), haji Rusli Halil (Ketua Umum Partai Islam Perti), dan Haji Masykur (Ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di Fraksi DPR).
Yang menarik, para deklarator partai ini mengajarkan bagaimana bersikap saling ikhlas. Tak ada rebutan jabatan ketua umum yang berdinamika tinggi. Dari hasil musyawarah, Haji Mohammad Syafaat Mintaredja didapuk sebagai ketua umum PPP kali pertama. Padahal, kala itu ditubuh PPP berdiam puluhan organisasi berbasis Islam. Tapi kelegowoan yang dipertontonkan para deklarator kini menjadi pelajaran penting.
PPP kemudian berdaulat menjadi berazas Islam. Lambang partai adalah Ka’bah, simbol penting dalam umat Islam. Namun gejolak politik berlangsung di tahun 1984. Kala politik Orba memainkan kediktatorannya. Secara "paksa" PPP harus merubah azasnya dan mengganti lambang partai menjadi bintang bersegi lima. Namun umat tetap berharap bahwa inilah rumah besar umat Islam, sebagaimana didirikan mula.
Pasca lengsernya Presiden Soeharto, tanggal 21 Mei 1998, PPP kembali ke khittahnya. Lambang partai kembali menjadi Ka’bah dan azas kembali pada Islam. Ini ditandai dalam Pasal 5 Anggaran Dasar PPP di tetapkan dalam Muktamar VII Bandung tahun 2011. Disebutkan: "Tujuan PPP adalah terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera lahir batin, dan demokratis dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila di bawah rida Allah Subhanahu Wata’ala.†Asas ini menjadi sangat penting untuk menekankan bahwa inilah partai yang masih tetap memperjuangkan umat dan menjadi rumah besar Umat Islam.
Sebagai partai yang berazas Islam, tentu sendi-sendi Islam harus dikedepankan. Jika mendahulukan unsur hawa nafsu, inilah yang berakibat kebathilan bakal menang. Karena para deklarator partai ini, berharap agar PPP mampu terdepan dalam membela umat. Hanya saja kini sangat disayangkan munculnya sejumlah pihak yang tak menampilkan azas Islam yang diusung.
Perilaku kurang Islami ditontonkan mulai tanggal 10 September 2014 silam. Kala terjadi peristiwa yang membuat miris sejarah. Dimana ketua umum PPP, Suryadharma Ali dinyatakan dipecat. Ini tentu perilaku yang penuh tanda tanya. Karena ketua umum merupakan pimpinan partai. Pemecatan†sepihak itu hanya dimotori segelintir orang yang murni berpolitik. Tentu tanpa dilandasi mekanisme partai yang sahih. Oleh karenanya DPP PPP kemudian menggelar Muktamar di Jakarta di tahun 2014. Di Muktamar itulah terpilih Djan Faridz sebagai ketua umum, menggantikan Suryadharma Ali.
Upaya melawan pemimpin kemudian ditunjukkan oleh kubu Romahurmuziy tatkala mereka menggelar Muktamar yang tanpa dasar di Surabaya, tahun 2014 lalu. Muktamar itu, secara politis, bentuk ketidakpatuhan kubu Romy, yang kala itu masih menjabat sebagai Sekjen PPP. Dalam prinsip Islam, ketidakpatuhan kepada pemimpin itu dikategorikan sebagai bughotâ€. Dalam Islam, bughot ini hukumnya jelas haram. Dikaji dari kaedah fiqih manapun, bughot ini adalah perilaku yang tak bisa diterima dalamIslam.
Pengertian BughotSecara bahasa, untuk memahami makna dari bughot, bisa dirujuk dari kitabnya Attabik Ali, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, 1998:295. Dari kitab itu diterangkan bahwa Bughot adalah bentuk jamak dari Al Baghi, berasal dari kata‘bagha, yabghi, bagyan-bughyatan-bugha’an. Jadi secara bahasa, al baghi, jamak dari al bughat, artinya azh zhalim. Ini berarti orang yang berbuat zalim.
Dari silsilah fiqih, bughot juga banyak referensi. Menurut ulama Syafiiyah, bughot itu berarti kaum muslimin yang menyalahi pemimpin dengan jalan memberontak kepadanya, tidak mentaatinya, atau mencegah hak yang wajib mereka tunaikan kepada pemimpin, dengan syarat mereka mempunyai kekuatan, ta’wil dan pemimpin yang ditaati dalam kelompok tersebut.
Tak jauh berbeda pengertian menurut ulama Hanafiah. Bughot berarti keluar dari ketaatan kepada pemimpin yang haq, dengan tanpa alasan haq. Yang haq berarti yang sah. Dan al-bâghi adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang haq dengan tanpa haq.
Sedang menurut Ulama Maliki, menjelaskan al-Baghy[u] adalah mencegah diri untuk menaati pemimpin yang sah dalam perkara bukan maksiat dengan menggunakan kekuatan fisik sekalipun karena alasan ta`wil (penafsiran agama).
Ibnu Hazm, dalam kitabnya Al Muhalla, menegaskan bahwa "Al-Baghyu" adalah memberontak kepada imam yang haq atau memberontak untuk mencari dunia.
Dari gambaran itu tegas bahwa sikap melawan kepemimpinan yang haq (sah), itu pertanda bughot. Ini azas yang terkandung dalam Islam. Sementara PPP merupakan partai yang menegaskan berazaskan Islam. Tentu perihal bughot ini harus dicermati agar tidak terkubung dosa. Nah, jika pemimpin yang sah tidak dipatuhi, melainkan dikudeta dengan jalur Muktamar akal-akalan, tentu prinsip-prinsip "bughot†telah terkandung di dalamnya. Maka bisa dinilai bagaimana perilaku yang dilakukan kubu Romy cs terhadap pemimpinnya di PPP tersebut. Semoga taubat nasuha segera dilakukan agar kedzaliman tak makin merajalela.
Perbuatan Melawan HukumDari sisi negara hukum, perbuatan kubu Romy cs juga tak sah. Hal ini bisa tertuang tatkala Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mensahkan kepengurusan yang disusun oleh Romy cs hasil Muktamar yang mereka lakukan secara sepihak. Kepengurusan itu semula disahkan oleh Menkumham RI No. M.HH-07.AH.11.02 tahun 2014 tanggal 28 Oktober 2014 tentang pengesahan susunan kepengurusan DPP PPP. Menkumham menerbitkan SK ini berlandaskan Muktamar yang dilakukan tanggal 15-17 Oktober 2014 di Surabaya.
Namun apa lacur? Ternyata secara hukum keputusan Menkumham itu secara tegas menyalahi aturan hukum. Tanggal 25 Februari 2015, SK Menkumham itu dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Majelis Hakim PTUN Jakarta menilai SK Menkumham itu bertentangan dengan UU Partai Politik, UU Administrasi Negara dan seabrek peraturan lainnya, serta melabrak azas-azas umum pemerintahan yang baik. Dari sini menegaskan bahwa secara hukum ketua umum PPP adalah Djan Faridz berdasarkan hasil Muktamar di Jakarta, menggantikan Suryadharma Ali sebagai ketua umum sebelumnya. Majelis Syariah yang menjadi Mahkamah Partai menegaskan bahwa kepengurusan PPP yang sah adalah dibawah ketua umum Djan Faridz. Bukan yang lain. Menkumham tanpa tedeng aling-aling lansung mengeluarkan SK Kepengurusan PPP di bawah kepemimpinan yang tak sah secara hukum. Ini bentuk kedzaliman yang nyata dari pemerintahan sekarang terhadap "rumah besar umat Islam" ini.
Bukan itu saja. Dasar hukum Kepengurusan DPP PPP Djan Faridz secara hukum juga telah dikuatkan dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 601K/Pdt.Sus-Parpol/2015. Artinya sengketa ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Tak ada celah bagi kubu Romy untuk mengklaim dirinya sebagai ketua umum PPP. Karena hukum negara telah menyatakannya tak sah. Lalu secara Islam, menentang pemimpin itu pertanda bughot yang hukumnya jelas haram.
Jika demikian, tentu jalan islah adalah satu-satunya. Islah bukan berarti menggelar muktamar ulang. Karena Muktamar ulang atau Muktamar Islah itu tak dikenal dalam mekanisme partai. Alias tak berdasar hukum.
Dalam Islam, jalan jika tak setuju dengan pemimpin yang sah, adalah berhijrah. Kubu Romy lebih baik membentuk partai sendiri ketimbang melakukan "pemberontakan". Karena kepemimpinan PPP berada pada Suryadharma Ali dan diteruskan pada Djan Faridz. Sanadnya sangat jelas. Jika melawan kepemimpinan yang sah, bisa jadi itu pertanda "bughot".
Atau bagi kaum yang keluar jalur, silahkan bertobat dan kembali pada kepemimpinan yang sah. Dalam hal ini, Djan Faridz adalah ketua umum DPP PPP yang sah dan haq. Karena putusan kasasi MA telah membuktikannya. Ketua Umum Djan Faridz juga membuka tangan lebar-lebar bagi pihak yang ingin kembali pada jalur yang benar. Sebelum keharaman dan dosa-dosa makin menumpuk, bagi yang menjalankan bughot". Barrakallah. [***]
Penulis adalah Wakil Ketua Umum DPP PPP