REKLAMASI TELUK JAKARTA

Penghentian Reklamasi Masih Sebatas Retorika

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 23 April 2016, 14:20 WIB
Penghentian Reklamasi Masih Sebatas Retorika
viva yoga mauladi/net
rmol news logo Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak menjadikan peraturan undang-undang sebagai rujukan dalam menyusun peraturan-peraturan daerah terkait reklamasi di pantai utara Jakarta.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi, saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (23/4). Ia tegaskan, Komisi IV menilai tidak ada lagi perdebatan yuridis di perkara reklamasi karena sebetulnya tidak ada peraturan yang tumpang tindih.

"Dalam membuat peraturan, apakah itu perda-perda, harus merujuk pada peraturan di atasnya. Nah ini enggak, jadi sudahi saja perdebatan yuridis karena menurut kami enggak ada yang tumpang tindih," kata dia.

Ia menyayangkan, meskipun DPR bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberhentikan sementara reklamasi teluk Jakarta dan kemudian diperkuat lagi oleh pemerintah pusat lewat Kementerian Koordinator Maritim dan Sumber Daya, tetapi tidak ada peraturan resmi yang diterbitkan pemerintah pusat.

"Kenyataannya sampai sekarang masih hanya beretorika. Meski pemerintah pusat sudah ada kemajuan membentuk tim terpadu reklamasi teluk Jakarta, tapi belum dituangkan dalam keputusan resmi atas nama pemerintah pusat. Maka kalau kemudian masih ada kegiatan reklamasi teluk Jakarta, ya masyarakat akan sangat kecewa," katanya.

Ia mengatakan, kekecewaan masyarakat terhadap reklamasi masih dirasakannya ketika pihaknya berkunjung ke Desa Lontar, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Warga sekitar yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan itu terus dirugikan oleh aktivitas kapal penyedot pasir di zona nelayan tradisional.

"Kami melihat sumber material pasir laut adalah di Pulau Tunda. Masih beroperasi kapal penyedotan pasir laut yang jaraknya kurang dari setengah mil sehingga masyarakat pesisir nelayan tidak bisa melaut . Yang namanya kapal penyedot itu masih beroperasi padahal seharusnya lebih dari empat mil," terangnya.

"Tidak boleh beretorika saja, harus ada action, ini kan negara hukum harus ikuti administrasi," tegasnya. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA