Rieke mengatakan rancangan UU MD3 yang akan disahkan bertendensi kuat sekedar berpusat pada perebutan kekuasaan untuk pimpinan DPR, menafikan hal-hal substansi tugas DPR yang diperintahkan konstitusi, cenderung pragmatis dan malah lemahkan fungsi DPR sendiri, sekaligus cederai demokrasi.
"Saya minta pengesahan ditunda," cerita dia dalam rilisnya, Kamis (17/12).
Menurut Rieke, alih-alih mendapatkan dukungan, dengan garangnya sidang Paripurna meneriakinya, dan sebagian anggota dewan yang terhormat malah memakinya, bahkan ada yang sengaja memutar lagu yang dikumandangkan dengan pengeras suara, dengan tujuan agar suara saya tidak terdengar.
"Saya memutuskan
walk out sendiri saat itu. Dan saya tidak pernah menyesal melakukannya. Saya tidak pernah menyetujui UU MD3 yang sekarang berlaku, meski tentu saja ketika telah diundangkan saya tetap mematuhinya," ujar anggota Komisi IX DPR ini.
Rieke menembahkan, kegaduhan yang terjadi di DPR adalah buah dari UU MD3. Setya Novanto telah mundur dari jabatan Ketua DPR, namun tentu bukan itu yang menjadi akar persoalannya, pijakan hukum, UU MD3, yang menjadi "kitab" bagi anggota MPR, DPD, DPR, DPRD jelas harus direvisi. Kembalikam pada semangat penguatan tiga fungsi DPR: legislasi, pengawasan dan penyusunan anggaran.
"Jangan sampai kalau UU MD3 direvisi, arahnya sekedar siapa, dari partai mana yang menjadi Ketua DPR baru untuk gantikan Setya Novanto," tukasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: