Yudi Latif: Indonesia Dibangun dengan Politik Harapan dan Optimisme

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/yayan-sopyani-al-hadi-1'>YAYAN SOPYANI AL HADI</a>
LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI
  • Sabtu, 27 Juni 2015, 19:49 WIB
Yudi Latif: Indonesia Dibangun dengan Politik Harapan dan Optimisme
yudi latif/net
rmol news logo Optimisme yang mendorong keberhasilan, bukan keberhasilan yang mendorong optimisme. Dan Indonesia, dibangun berdasarkan optimisme. Politik yang dibangun pendiri bangsa pun adalah politik harapan; harapan merdeka, sejahtera, adil dan beradab.

Demikian disampaikan cendekiwan Yudi Latif, dengan mengutip seorang psikolog, dalam acara silaturrahmi dan buka puasa bersama dengan 100 tokoh pemuda yang digelar Taruna Merah Putih (TMP) dalam rangka memperingati Bulan Bung Karno di Kantor TMP, Menteng, Jakarta (Sabtu, 27/6).

Saat ini, Yudi mengakui, ada semacam rasa pesimisme yang menyeruak di tengah masyarakat. Dengan APBN sekitar Rp 2020 triliun, masih saja ada kecemasan karena memang harga-harga kebutuhan mulai naik.

Membangun optimisme, Yudi pun mengingatkan bahwa ketika Indonesia Merdeka pada tahun 1945, Indonesia sama sekali tidak punya kas. Usai menyatakan Kemerdekaan di bulan Ramadhan, Bung Karno pulang dari Istana dengan berjalan kaki, dan ketika mendengar adzan maghrib di tengah jalan, langsung memanggil tukang sate.

"Bung Karno membeli 50 tusuk sate untuk dia dan teman-temannya, lalu makan di pinggir got. Ini lah cara pendiri bangsa merayakan Kemerdekaan. Inilah Indonesia awal. Dengan keterbatasan, namun penuh optimisme, hingga 10 tahu kemudian menjadi pemimpin Asia Afriak," tegas Yudi Latif.

Saat itu, Yudi kembali melanjutkan, ada seorang pemuda bersama Sudiro, yang bahkan ikut membawa Soekarno ke Rengasdengklok. Melihat Presiden Soekarno berjalan kaki dari Istana usai proklamasi Kemerdekaan, ia merasa kasihan lalu timbul rasa patriotiknya. Sudiro pun menyetop mobol buick milik seorang kepala jawatan Kereta Api Jepang, dan lalu meminta pengendera menyerahkan mobilnya untuk Bung Karno. Untung sang pengendara juga memiliki rasa patriotik yang sama, hingga menyerahkan mobil itu.

"Inilah semangat gotong royong. Gotong royong adalah karakter bangsa kita. Dengan gotong royong, mereka membangun optimisme, padahal kas negara kosong," ungkap Yudi Latif.

Dengan gotong royong pula, lanjut Yudi, Sultan Yogyakarta, Sultan Syarif Kasim dari Riau, Daued Beureuh dari Aceh, dan para raja dari seluruh Nusantara bahu membahu membangun Indonesia. Rakyat pun saling menyumbangkan kekayaan pada negara.

"Sekarang, yang kurang adalah karakter semangat gotong royong. Indonesia kaya, tapi kalau kita hanya perjuangkan kepentingan kelompok dan pribadi, apapun yang kita miliki takkan ada artinya. Tetapi bila kita gotong royong, itulah kita jadi bangsa besar," demikian Yudi Latif. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA