"Demokrasi yang sehat hanya mungkin ditopang oleh bekerjanya dan tegaknya
rules of law. Pada saat yang sama, negara hukum yang ideal itu negara yang demokratis," kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie saat menjadi keynote speech dalam acara World Justice Project, di Jakarta (Selasa, 20/1).
Lanjut dia, yang menjadi masalah adalah dalam tatanan praktek. Tidak semua gambaran ideal
rules of law sempurna. Banyak praktek bawaan yang masih harus diperbaiki dari waktu ke waktu. Misalnya terkait dengan kebebasan. Praktek kebebasan, masih disalahgunakan. Jika kebebasan disalahgunakan, dampaknya kebebasan hanya mungkin dinikmati oleh elit baik elit politik mau pun elit ekonomi.
"Itulah sebabnya demokrasi selama lima belas tahun terakhir ini memiliki dampak ketimpangan sosial ekonomi bahkan sosial politik makin jauh," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu.
Indeks Gini Ratio, alat pengukur derajat ketidakmerataan distribusi penduduk, makin tinggi. Ini menandakan bahwa keadilan sosial makin jauh. Kebebasan tidak serta merta diikuti oleh keadilan sosial. Ini yang menjadi masalah.
"Bagaimana menegakan hukum yang berkeadilan bila struktur sosial juga tidak adil. Hukum hanya sekedar norma-norma yang tidak berjiwa. Itu yang terjadi sekarang," ucap dia.
Oleh karena itu, lanjut Jimly,
rules of law harus dibangun dengan basis sosial. Ada empat hal yang mesti disiapkan dari pengalaman Indonesia. Pertama, sistem demokrasi yang memastikan adanya kebebasan. Kedua, agenda keadilan sosial, struktur masyarakat harus berkeadilan. Ketiga, prinsip
good governance dalam pengelolaan manajemen semua organsasi kekuasaan.
"Sekarang antara
rules of law sebagai prinsip modern dengan
good governmence tidak bisa dipisahkan.
Rules of law tidak akan berkembang bila
good gavernance tidak berkembang dalam praktik organisasi kekuasaan, organsisasi dunia usaha dan lain-lain," jelasnya.
Keempat adalah etika sosial atau sistem norma sosial. Jika sistem morialitas publik tidak tumbuh, maka lahan sosial bagi tegaknya
rules of law sulit. Hukum itu ibarat kapal, maka etika adalah samuderanya. Kapal
rules of law itu tidak mungkin berlayar menuju pulau keadilan, jika samudera etiknya kering dan tidak berfungsi. "Faktor etika ini harus berkembang," tegas Jimly.
Bangsa Indonesia lagi galau. Ada situasi berat. Ada kebejatan moral bermasyarakat dan berbangsa karena ketidakmampuan dalam mengendalikan kebebasan. Maka sistem norma dalam masyarakat ibarat dalam anomi, seperti tidak ada norma. Maka semua rumah rumah ibadah itu penuh, haji umrah penuh, tetapi tidak mencerminkan kemulian dari ajaran keagamaan masing-masing. Jika etika sosial tidak berfungsi, maka sulit berharap prinsip ther
rule of law berjalan dengan baik.
"Malasahnya, kita mulai dari mana? Mulai dari modernaisasi kelembagaan terutama yang terlibat dan fungsi kelembagaan hukum. Kedua, profesionalisasi para profesioal hukum dibidang penegakan hukum. Modernisasi maupun profesionalisasi harus menggunakan standar universal tentang profesinalism; profesinalism jaksa, polisi, advokat, termasuk organsaisi-organisasi penegak hukum harus di modrenisasi," demikian Jimly dalam rilisnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: