"Putusan menaikkan harga adalah wewenang pemerintah. Partai Nasdem mendukung kebijakan pemerintah. Solusi lain secara berbarengan termasuk solusi menata ulang tata kelola migas, menutup mata rantai mafia migas harus dilakukan," ujar Kurtubi dikutip dari laman
Parlementaria, Rabu (19/11).
Soal momen kenaikan di saat harga minyak dunia turun, menurut Anggota Komisi VII DPR ini, tetap tepat dilakukan. Walau pun negara jiran seperti Malaysia malah menurunkan harganya. Dijelaskan Kurtubi, di Malaysia produksi minyaknya jauh di atas kebutuhan dalam negerinya. Produksi minyak Malaysia 700-800 barel perhari. Sementara konsumsinya 400-500 barel perhari. Berbeda dengan Indonesia yang produksinya 400.000 barel perhari, dengan konsumsi 1,6 juta barel perhari.
"Berarti kemampuan bangsa ini menghasilkan minyak mentah yang merupakan bahan baku BBM hanya seperempat atau 25 persen dari kebutuhan dalam negeri," ungkapnya.
Kilang minyak milik Pertamina yang beroperasi 24 jam pun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan minyak di dalam negeri.
"Jadi, saya melihat bahwa posisi Indonesia dalam soal BBM dan migas sangat menyedihkan. Ini perlu dikasih tahu kepada semua rakyat bahwa posisi migas kita berbeda dengan beberapa tahun yang lalu, di mana produksi minyak dan BBM kita relatif tinggi. Sekarang produksinya begitu rendah, sehingga kita harus mengimpor dalam jumlah yang amat besar. Nilai impor 5 miliar USD pertahun menyebabkan defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran dalam APBN. Ini karena harga BBM yang masih disubsidi," demikian pengamat minyak dan gas bumi ini.
[rus]
BERITA TERKAIT: