Gerindra: Dari Mana Anggaran Tiga Kartu 'Sakti' Jokowi?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Rabu, 05 November 2014, 11:22 WIB
Gerindra: Dari Mana Anggaran Tiga Kartu 'Sakti' Jokowi?
Soepriyatno/net
rmol news logo . Presiden Jokowi meluncurkan tiga kartu 'sakti', Kartu Indonesia Sehat (KIH), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) sebagai kompensasi atas kanaikan harga BBM dalam waktu dekat.

Anggota DPR RI dari Fraksi Gerindra, Soepriyatno mempertanyakan anggaran untuk tiga program itu menggunakan anggaran yang mana. Menurutnya program pemerintah ini bagus, hanya darimana anggarannya, misal sudah ada BPJS Kesehatan.

"BPJS Kesehatan ada payung hukumnya. KIS belum ada payung hukumnya. Kita harus pertanyakan nanti anggarannya darimana, karena belum dibahas dengan DPR," katanya dilansir dari Parlementaria Rabu (4/11).

Ia menginformasikan bahwa APBN-P 2014 sudah ditetapkan begitupula dengan APBN 2015.  Tinggal APBN-P 2015. APBN 2015 bisa dilakukan perubahan setelah melewati tahun 2014.

"Kita akan pertanyakan, bahwa program-program pemerintah itu bagus hanya anggarannya dimana, jangan sampai menyalahi aturan. Ada KIS, KIP, dan ada Kartu Keluarga Sejahtera. Kesemuanya ini membutuhkan pendanaan yang cukup besar," terang Soepriyatno.

Ia menyatakan DPR belum bisa membahas mengenai KIS, karena payung hukumnya belum ada. Jika KIS silakan Presiden Jokowi sendiri, pemerintah sendiri. Sebelum pemerintah menyampaikan ke DPR mengenai program itu, tegasnya, DPR tidak akan  merespon. Tapi jika  BPJS akan direspons, karena BPJS untuk rakyat.

Menurutnya, pembiayaan dengan fasilitas kesehatan itu berbanding lurus. Tidak mungkin pembiayaannya kecil fasilitas kesehatannya bagus. "Kasihan rakyat juga nanti, jangan salah ya. Makanya besaran biayanya harus disampaikan dulu ke DPR. Berapa besaran biaya yang digunakan untuk KIS," imbuhnya.

"Kalau BPJS jelas, semua aturannya ada. Kalau KIS ini berapa, menggunakan sistem kartu atau asuransi, berapa premi yang harus dibayar," tambah Soepriyatno.

Semua program untuk rakyat, kata Supriyatno, harusnya disampaikan ke DPR dulu, tidak bisa begitu saja ada atau tiba-tiba, ini menyangkut  uang  rakyat. DPR harus awasi. Jangan sampai rakyat senang tapi pelaksanaannya ancur-ancuran. "Misalnya pembiayaannya terlalu kecil, mana ada rumah sakit yang mau melayani, nanti dia bangkrut," tukasnya.

Selain dibicarakan dengan DPR, harus diajak bicara pula stakeholder yang lain, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Rumah Sakit Inodnesia (ARSI).

"Karena berbicara Rumah Sakit berarti bicara mengenai fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatannya. Harus win win solution, bicara pemilik modalnya juga, kalau pemilik modalnya rugi terus dan pinjam di bank, nanti jadi masalah," ujarnya lagi.

Diakui Soepriyatno, rakyat tidak dipungut premi, karena KIS untuk rakyat miskin dan preminya dibayar oleh pemerintah. Sama seperti BPJS,  BPJS untuk rakyat miskin preminya dibayar oleh pemerintah. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA