"Tidak ada masalah (pelantikan), Presiden Jokowi harus dilantik pada 20 Oktober 2014," kata Oesman Sapta usai dilantik menjadi Wakil MPR RI periode 2014-2019 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/10).
Oesman juga mengajak semua pihak tidak memberi persepsi masing-masing terhadap lembaga-lembaga negara, tapi memberi dukungan bagi berlangsungnya pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai dengan daerah baik di tingkat I dan II.
"MPR ini merupakan perekat bangsa, jangan memikirkan yang lain-lain, tapi mendukung lembaga ini mendorong pemerintahan melaksanakan pembangunan sampai ke pelosok terpencil sekalipun," imbuh Oesman yang posisinya di MPR berasal dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Soal gagalnya aspirasi DPD menempatkan dirinya sebagai Ketua MPR-RI, Oesman mengaku tak terlalu merisaukan. Dia meyakini konfigurasi pimpinan MPR-RI itu bersifat kolegial dan menjadi perekat kebangsaan. "Memang aspirasi DPD jika bisa menempatkan kader ketua lebih baik, tapi sama saja ini pun unsur pimpinan. Dulu pun saya pernah menjadi Wakil Ketua MPR tahun 2004, tetap bisa berinteraksi memberi kontribusi buat daerah dengan menjaga situasi kondusif," katanya.
Pemilihan unsur pimpinan MPR yang berlangsung tadi malam hingga dinihari diwarnai situasi terpolarisasinya dua kubu dalam DPR, yaitu pendukung presiden terpilih Jokowi dan Prabowo Subianto. Dalam voting yang berlangsung pada Rabu dinihari, paket A (Koalisi Pro-Jokowi) dengan komposisi Ketua MPR Oesman Sapta dan Wakil Ketua Ahmad Basarah, Imam Nahrawi, Patrice Rio Capella, dan Hasrul Azwar memperoleh 330 suara. Paket A diusung oleh Fraksi PDIP, PKB, PPP, Nasdem dan Hanura.
Sedangkan paket B dengan komposisi Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua Mahyuddin, Evert Erenst Mangindaan, Hidayat Nur Wahid, dan Oesman Sapta memperoleh 347 suara. Paket B diusung oleh Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS. Jumlah suara 678 dari total seluruh anggota DPR dan DPD yang hadir dalam pemilihan ketua MPR. Terdapat satu suara yang abstain.
[rus]