"Jika hal ini masih dimainkan, yang paling dirugikan adalah TNI dan akan membahayakan keamanan nasional," ujar ilmuwan politik, Muhammad AS Hikam, di halaman facebooknya menanggapi artikel berjudul "Beberapa Keanehan dalam Kasus Babinsa Koramil Gambir" (
klik di sini).
Menurut eks Menristek ini, TNI yang telah susah payah dan konsisten melakukan reformasi internalnya lebih dari 15 tahun terakhir sedang menghadapi manuver politisasi demi kemenangan capres-cawapres tertentu.
Dia melihat beberapa sumber masalah. Pertama, komitmen pimpinan TNI terhadap netralitas lembaganya tidak sesuai dengan kenyataan. Dua, peran para mantan jenderal TNI dan Polri yang ikut menjadi timses pendukung capres.
"Secara konstitusional, para purnawirawan itu memang punya hak penuh terlibat dalam politik. Tapi, keterlibatan tersebut tidak boleh melibatkan lembaga TNI dan anggota aktif. Pelibatan keduanya adalah pelanggaran serius dan menciderai komitmen alat negara RI," tulis AS Hikam, beberapa saat lalu.
Hikam melihat fakta-fakta menunjukkan bahwa ada "jarak" antara komitmen dengan pelaksanaan netralitas TNI. Sebagaimana yang pernah disinyalir oleh Presiden SBY tentang upaya menyeret jenderal aktif dalam Pilpres, hal ini bisa mempengaruhi netralitas jika tidak segera dihentikan.
"Ditambah lagi dengan kiprah para purnawirawan yang sebagian memiliki sumberdaya, jejaring, dan kekuatan finansial maka potensi gangguan terhadap netralitas TNI menjadi makin besar," terangnya.
Menurut Hikam, kabar terjadinya pertemuan KSAD Jenderal Budiman dengan Megawati sebelum penentuan cawapres pendamping Jokowi, dengan mudah menyulut spekulasi publik bahwa petinggi TNI AD telah tidak netral (
klik di sini).
"Kabar adanya oknum Jenderal Polisi yang juga menjadi penghubung antara JK dengan Mega (
klik di sini), yang juga dilansir oleh media, makin menambah spekulasi adanya ketidaknetralan tersebut," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: