Kedatangan Sinta Nuriyah, istri mendiang tokoh "legendaris" NU Gus Dur bersama putri, Yenny Wahid, dan menantunya ke rumah Anas kemarin, hanya menjelaskan di mana posisi politik para tokoh NU dalam perseteruan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan SBY.
"Dukungan kalangan NU, khususnya Bu Sinta Nuriyah kepada Anas bukan dalam konteks kasus korupsinya, yang sudah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus Hambalang. Soal (korupsi) itu urusan pribadi Anas dan para penasihat hukumnya," ujar Adhie M Massardi, sesaat lalu, Senin (4/3).
Menurut Jurubicara presiden era KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini, ada dua perkara kenapa para tokoh NU, kecuali yang sudah dikooptasi penguasa, mendukung Anas secara moral. Pertama, tentu saja, karena Anas adalah menantu KH Attabik Ali, putra tokoh besar NU KH Ali Maksum (alm) dari pondok pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Jogjakarta. pondok pesantren Al-Munawwir Krapyak adalah salah satu tonggak penting dalam perkembangan sejarah NU selain Tebu Ireng dan Tambak Beras di Jombang, Jawa Timur.
Alasan kedua, karena para kiai NU diam-diam percaya bahwa perseteruan Anas vs SBY merupakan rangkaian "hukum karma" yang memang akan terjadi. Ini semacam karma atau kualat SBY terhadap Gus Dur.
"Para kiai itu percaya kalau orang berbuat jahat kepada Gus Dur, cepat atau lambat, bakal mendapat malat alias kualat. Nah, di kalangan kiai NU sudah lama beredar kabar bahwa SBY berada di belakang perseteruan Muhaimin Iskandar (Ketum PKB) dan Gus Dur. Bahkan beberapa kiai berpengaruh tahu sebelum Muhaimin menyingkirkan Gus Dur dari PKB, ada rapat-rapat para petinggi PKB dengan orang-orang Istana," tutur Adhie.
"Makanya, mayoritas kaum Nahdliyin percaya bahwa pertarungan Anas vs SBY sesungguhnya merupakan kualatnya SBY yang mendesain perlawanan Muhaimin Iskandar menyingkirkan Gus Dur dari PKB. Jadi ini faktor kualat," pungkas Adhie Massardi.
[dem]
BERITA TERKAIT: