"Pemerintah harus tegas. Kepentingan nasional, kedaulatan negara, dan kedaulatan wilayah harus diutamakan. Tidak perlu dikasih izin apalagi sudah pernah ada yang dideportasi sebelumnya," kata Fuad Bawazier, salah satu pendiri GMKN kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/1).
Sebelumnya, salah satu aktivis Greenpeace dari Eropa pernah ditangkap dan dideportasi pihak Imigrasi Indonesia, medio Oktober 2011. Kepala Bagian Humas dan Tata Usaha Ditjen Imigrasi, Maryoto Sumadi, mengatakan sebelum ditangkap petugas Imigrasi di Halim Perdanakusuma, aktivis tersebut seminggu sebelumnya sempat melakukan perjalanan ke Jambi menggunakan pesawat sewa. Ia diduga melakukan pemotretan hutan Indonesia tanpa izin pemerintah.
Menurut Fuad, bebasnya perusahaan asing melakukan investasi dengan segala kenyamanannya, membuktikan rontoknya wibawa pemerintah.
"Masalahnya di pemerintahan masih banyak antek-antek asing. Perusahaan asing yang jelas-jelas merusak lingkungan justru dibiarkan. Contohnya Freeport. Siapa bilang tidak merusak lingkungan? Tapi pemerintah dan Greenpeace justru diam. Ini ada apa?" ujar Fuad mempertanyakan.
Karena itu, Fuad menilai, sudah saatnya pemerintah menunjukkan sikap kemandirian dengan menolak intervensi asing dan bertindak sebagai negara berdaulat.
"Kedaulatan itu mutlak agar asing tak seenaknya mengatur kita. Dan saya salah satu dari sekian banyak yang menolak Greenpeace. Mereka ada di Indonesia karena ada begundal-begundal di pemerintah yang menjadi antek-antek asing," tukasnya.
Fuad berharap, pihak imigrasi serius memasukkan daftar hitam terhadap siapapun yang dinilai merugikan Indonesia.
"Jangan sampai kecolongan lagi. Ini masalah kedaulatan negara. Tidak boleh main-main," katanya.
Kampanye hitam terhadap produk berbasis kehutanan Indonesia yang dilakukan Greenpeace di luar negeri membuat sejumlah produk berbasis kehutanan Indonesia diboikot di luar negeri dan mengakibatkan menurunnya devisa negara. Data terakhir, kampanye hitam Greenpeace dan campur tangan asing yang berbuntut pada pemberlakukan moratorium juga mengakibatkan ekspansi lahan sawit menurun hingga 50 persen selama 2012. Bahkan, sebanyak 120 ribu orang dipastikan kehilangan kesempatan kerja.
"Ekspansi lahan sawit tidak menggembirakan, hanya 220 ribu hektar tahun 2012 lalu dari biasanya 600 ribu hektar per tahun," keluh Joko Supriyono, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), belum lama ini.
[dem]
BERITA TERKAIT: