Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jangan Wariskan Ketidakadilan Di Alam Demokrasi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Sabtu, 01 September 2018, 09:09 WIB
Jangan Wariskan Ketidakadilan Di Alam Demokrasi
Ilustrasi/Net
DI TENGAH kegalauan atas kian loyonya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, sebuah anomali menyedihkan mencoreng wajah demokrasi. Aksi-aksi “kekerasan” yang kerab juga disebut persekusi, secara beruntun terjadi. Penentang #2019GantiPresiden menghalau para penggiatnya.

Ahmad Dhani, Neno Warisman, Ratna Sarumpaet, Rocky Gerung adalah  sosok-sosok penggiat demokrasi yang belakangan ini dihalau. Untuk mengunjungi wilayah NKRI, mereka ditolak, di deportasi. Sebuah tindakan yang sungguh mencederai demokrasi di era reformasi.

Seberapa bahaya #2019GantiPresiden sehingga harus dihalau, di persekusi, di deportasi? Atau apapun istilah yang digunakan. Yang jelas mereka tak bisa memasuki wilayah tertentu di negeri sendiri.

Bila gerakan #2019GantiPresiden dipersalahkan, institusi mana yang paling berhak menjatuhkan vonis? Bila dikaitkan dengan Pileg dan Pilpres, institusi Bawaslu, KPU, bahkan Polri tidak pernah mengatakan bahwa Tagar itu melanggar undang-undang atau peraturan lainnya. Lantas, apakah sekelompok orang yang mengklaim, mengaku, mengatasnamakan sebuah organisasi atau perkumpulan tertentu yang berhak? Siapa yang resah? Siapa yang tidak tentram? Tentu sulit diterima akal sehat di alam demokrasi.

Bukan hanya penggiat #2019GantiPresiden yang dihalau dari wilayah NKRI, Ustadz Abdul Somad pun pernah mengalami hal serupa. Di persekusi hanya karena sang ustadz ingin melaksanakan dakwahnya. Bukankah ustadz memang tugasnya berdakwah? Menyampaikan perintah-perintah agama. Apa sesungguhnya yang sedang terjadi di negeri ini? Paham apa yang sedang berkembang untuk mencabik-cabik hak warga negara yang berdemokrasi?

Sebuah peristiwa yang jauh dari akal sehat dan menerabas nilai-nilai kemanusiaan. Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan sekelompok warga negara, menyeruak gencar di tengah upaya menjejakkan hukum dan demokrasi sebagai landasan pencapaian kehidupan kebangsaan yang lebih beradab. Tindak kekerasan yang seketika menjungkirbalikan harapan dan cita-cita akan sebuah negeri yang bebas dari ketakutan dan kekerasan.

Tak ada yang begitu istimewa pada diri mereka yang diusir. Selain sikap keterbukaan. Memang sikap yang demikian kerab membuat ketidaknyamanan bagi sebagian orang.

Kekerasan yang menimpa mereka patut disesali. Terlepas dari benar-tidaknya alasan yang dibuat oleh yang pro atau penentang #2019GantiPresiden, bentuk persekusi sangat tidak dibenarkan. Apalagi hal itu dilakukan di depan aparat keamanan.

Kalaupun seorang Ali Mochtar Ngabalin, yang belakangan kerab tampil mewakili "corong" pemerintah berujar bahwa kegiatan para pelaku #2019GantiPresiden adalah tindakan makar, itupun tak dapat diterima akal sehat. Sejak kapan seorang Ali menjadi pemegang otoritas untuk menetapkan prilaku seseorang sebagai tindakan makar? Kepolisian saja tak pernah mengatakan hal seperti vonis Ngabalin.

Ketika rezim berganti, berganti dan terus berganti, warga negara berharap mendapatkan ruang kebebasan, keadilan, dan jaminan hukum yang pasti. Harapan itu yang mengantarkan Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan terakhir Joko Widodo tampil memimpin negeri ini.

Sebuah harapan yang wajar dan sederhana. Apakah harapan sederhana itu begitu mahal dan sulit dijangkau?

Kekerasan, kesewenangan-wenangan, dan ketidakadilan perlu dengan sangat dihindari menjadi kebudayaan di negeri ini. Kebudayaan yang diwariskan secara sistematis akan sulit dihilangkan. Semoga tak ada lagi peristiwa tragis yang membuat air mata dan kepedihan kita terus mengalir.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA