Demikian diungkapkan pengurus Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Brigjen Pol (Purn) Anton T Digdoyo, Sabtu (4/2).
Anton sendiri mengaku sudah menanyakan informasi tersebut kepada beberapa jenderal aktif Mabes Polri. Dikatakan, informasi itu tidak benar, yang ada sekadar mendata alamat supaya mudah koordinasi.
Menurutnya, ada tiga hal yang perlu dicermati. Pertama, metodologinya sangat formal pakai surat segala. Kedua, pemilihan waktunya kurang pas.
Ketiga, umat Islam bisa mengaitkannya dengan rencana sertifikasi ulama, kiai, dan ustad, yang sangat ditentang umat Islam.
Apalagi, sepertinya pemerintah tidak melihat bagaimana pemuka agama lain yang berkhotbah sangat politis dan keras.
Sementara, ulama, kiai, dan ustad, lanjut Anton, sekeras apapun yang disampaikan, itu merujuk kitab suci. Jadi mereka tidak bisa disalahkan karena hanya sekadar menyampaikan apa yang ada di kitab suci.
"Semoga Polri mampu meningkatkan kepekaan sosialnya yang murni penegak hukum yang pro rakyat bukan pro penguasa," kata Anton.
Ditambahkannya, daripada mendata ulama lebih baik polisi mendekati ulama. Dengan cara kekerabatan seperti itu akan lebih mengena dan berhasil baik tanpa curiga.
[rus]
BERITA TERKAIT: