Begitu dikatakan Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (25/7).
"Draf revisi UU teroris setelah kami kaji banyak kelemahan. ini persoalan fundamental bangsa, janganlah disikapi dengan buru-buru dan nafsu untuk segera disahkan," terangnya.
Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyarankan, DPR dan pemerintah melibatkan elemen masyarakat di dalam mengkaji naskah akademik serta draf revisi UU tersebut.
"DPR coba belajar dari sejarah reformasi 1998. Saat itu intelijen TNI berperan besar di dalam sejumlah aksi kekerasan yang terjadi saat itu. Itu korbannya masih (ada) dan pelakunya merupakan bagian dari state terorism di era Orba. Itu intelijen tentara yang main," beber Busyro
Makanya menurut Busyro, dengan tidak ditambahnya wewenang TNI, pemerintah dan DPR justru telah menyelamatkan marwah TNI sebagai alat pertahanan negara. Sebab, pemberantasan teroris merupakan bagian dari upaya penegakkan hukum yang menggunakan norma hukum sipil.
"Jangan sampai TNI tercemar lagi seperti di era Orba. Karena kesannya TNI merupakan alat kekuatan tertentu," demikian Busyro.
[sam]