Pengamat Kepolisian dari Universitas Mpu Tantular, Ferdinand Montororing menilai, selama ini pemikiran radikal yang berujung aksi teror belum ditentukan dalam undang-undang.
Menurutnya, hal itu harus dimasukkan dalam draf revisi UU terorisme. Apalagi, selama ini pihak aparat kepolisian sulit untuk melakukan tindakan preventif lantaran tidak memiliki payung hukum.
"Semoga politisi kita di Senayan (DPR), tidak terlena setelah bangsa ini dicabik-cabik oleh paham radikal yang mengatasnamakan agama," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu
(9/7).
Ferdinand menambahkan, revisi UU terorisme dapat memasukkan aturan yang memberi kewenangan lebih kepada pihak kepolisian untuk melakukan tindakan pencegahan kepada seseorang yang teridikasi mengikuti idiologi radikalisme.
"Pembuktian dia terduga sebagai teroris saat dalam pengawasan polisi," ujarnya.
Ferdinand juga mendorong agar revisi UU teroris sedianya tetap menghormati hak asasi manusia. Disamping itu dirinya berharap, dengan adanya UU terorisme ke depannya tidak terjadi lagi aksi teror seperti di Solo, Jawa Tengah.
"Saya berharap DPR mempercepat UU terorisme, agar kejadian di Solo tidak terulang lagi," pungkasnya.
[sam]