"Siapapun pelakunya, sebaiknya Polri menyelidik peristiwa ini secara akurat," kata Ketua Setara Institute, Hendardi, dalam pernyataan tertulis kepada wartawan, Sabtu (14/9).
Seperti terkait peristiwa penembakan misterius yang menimpa Aipda (Anumerta) Sukardi di depan Gedung KPK, Jakarta, sebelumnya. Kesimpulan Polri bahwa pelaku adalah jaringan teroris yang sama dengan pelaku penembakan di Tangerang Selatan dianggap terlalu cepat. Belakangan, justru muncul dugaan lain.
"Seperti saya katakan sebelumnya bahwa potensi pelaku ada pada banyak pihak. Jadi, sebaiknya jangan terburu-buru menyimpulkan. Yang perlu disegerakan adalah menangkap pelaku, apalagi Polri mengatakan sudah tahu pelakunya meski dilindungi oleh kelompok tertentu," jelasnya.
Penembakan anggota Polri, utamanya dalam kasus Kuningan, bisa jadi merupakan klimaks kompetisi bisnis keamanan (
security business) yang masih menjadi praktik lumrah di tubuh Polri dan TNI.
"Ini adalah bagian paket reformasi TNI dan Polri yang belum dituntaskan sejak reformasi bergulir dan memandatkan penataan dan pelarangan praktik bisnis keamanan. Kalau hanya disikapi sporadis, peristiwa serupa sangat potensial terjadi," tegasnya.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane, juga mengatakan, cukup banyak kepentingan dan pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis pengamanan dan pengawalan. Mulai dari oknum polisi, oknum militer sampai para preman.
Dengan adanya pengawalan model individu dan hanya terbatas pada jalur jalan protokol, biaya pengawalan tentu lebih murah dan otomatis pihak-pihak yang selama ini bermain di balik bisnis pengawalan tersebut menjadi sangat terganggu.
[ald]
BERITA TERKAIT: