Pengurangan pajak khusus bagi pengguna bisnis yang beralih dari truk dan bus yang menggunakan bahan bakar fosil ke kendaraan listrik sudah mendapat persetujuan dari Komite Kebijakan Kendaraan Listrik Nasional Thailand, yang diketuai oleh Perdana Menteri Srettha Thavisin pada Rabu (21/2).
Menurut program tersebut, perusahaan yang telah membeli truk dan bus listrik produksi dalam negeri akan dapat memotong pajak mereka dua kali lipat dari harga sebenarnya kendaraan tersebut, tanpa batas atas. Perusahaan yang mengimpor kendaraan dapat mengurangi 1,5 kali lipat harga sebenarnya.
Narit Therdsteerasukdi, sekretaris jenderal Dewan Investasi Thailand, sebuah lembaga pemerintah yang bertugas menarik investasi asing, mengatakan langkah ini akan berlaku hingga akhir tahun 2025.
“Sekarang pemerintah telah mengeluarkan langkah-langkah dukungan untuk semua segmen kendaraan listrik, mulai dari kendaraan penumpang hingga sepeda motor, truk, dan bus,” kata Narit, seperti dikutip dari
Nikkei, Kamis (22/2).
“Hal ini akan membantu meningkatkan penggunaan truk dan bus kendaraan listrik secara signifikan, mengurangi polusi dari sektor transportasi, dan mendukung langkah perusahaan menuju target net-zero mereka," ujarnya.
Kendaraan yang memenuhi syarat untuk menerima insentif ini mencakup kendaraan untuk penggunaan komersial, seperti truk kontainer, truk cairan, truk bahan berbahaya, truk khusus dan truk derek serta bus listrik.
Pemerintah juga menyetujui pemberian hibah tunai kepada produsen sel baterai, yang diambil dari Dana Peningkatan Daya Saing negara tersebut.
"Jumlahnya tergantung pada seberapa besar investasinya, teknologi apa yang akan diadopsi,” kata Narit.
“Semakin besar investasinya, semakin besar pula uang tunai yang didapat," lanjutnya.
Thailand memulai program untuk mendukung kendaraan listrik dan mensubsidi harganya pada tahun 2022. Menurut data dari Dewan Investasi, langkah tersebut meningkatkan permintaan secara signifikan dan menarik investasi dari 14 produsen dan importir kendaraan listrik senilai 77 miliar baht (33,6 triliun rupiah).
BERITA TERKAIT: