Kasus terbaru terjadi pada Sabtu 21 Juni 2025, di Dusun Pancasila, Desa Mekar Makmur. Seekor sapi milik warga berinisial DS ditemukan mati di areal perkebunan sawit dengan bekas serangan predator besar.
Menanggapi kejadian itu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara menerjunkan tim patroli bersama sejumlah organisasi konservasi untuk menghalau harimau yang berkeliaran.
“Sudah 10 hari terakhir, tim kita turun ke lapangan,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, Bobby Nopandry, Senin, 23 Juni 2025.
Wilayah tempat kejadian berada di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), yang masih menjadi habitat alami harimau sumatra. Namun, pola beternak warga yang menggembalakan ternak secara lepas kerap menimbulkan konflik dengan satwa liar.
“Selama ini ternaknya dilepas begitu saja. Harimau tertarik karena ini habitat alaminya,” ujar Bobby.
Ia menyebut sebagian warga mulai mengubah kebiasaan tersebut dan mulai membuat kandang.
“Alhamdulillah, tadi sudah ada warga yang mau mengandangkannya. Kami berharap ini bisa jadi contoh," kata Bobby dikutip dari
RMOLSumut.
BBKSDA bersama lembaga mitra kini tengah merancang solusi jangka panjang, seperti pembangunan kandang anti-harimau (Tiger Proof Enclosure) bagi warga di sekitar kawasan TNGL. Tujuannya untuk mencegah jatuhnya korban, baik dari sisi manusia, ternak, maupun harimau itu sendiri.
Konflik antara manusia dan harimau menjadi salah satu ancaman utama bagi kelestarian spesies predator ini, selain perburuan liar dan rusaknya habitat akibat alih fungsi lahan.
BERITA TERKAIT: