Warga keturunan Tionghoa berdatangan silih berganti dengan penuh suka cita, mengenakan pakaian berwarna merah sebagai simbol keberuntungan dan kebahagiaan.
Di dalam vihara, mereka khusyuk berdoa, memohon agar tahun yang baru membawa kesejahteraan, kedamaian, dan kemakmuran bagi diri sendiri maupun orang-orang terkasih.
Asap hio yang membumbung di antara patung Buddha dan altar persembahan menambah nuansa sakral dalam peribadatan.
Salah satu tradisi yang menarik perhatian adalah pelepasan burung emprit atau pipit. Tradisi ini melambangkan pembebasan dan harapan baru bagi mereka yang menjalankannya.
Umat biasanya melepas burung sebanyak usia mereka, dengan keyakinan bahwa hal itu akan membawa keberuntungan dan berkah.
Kesempatan ini juga dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk berjualan burung emprit. Dengan harga Rp3.000 per ekor, burung-burung kecil ini menjadi bagian dari ritual yang sudah berlangsung turun-temurun.
"Biasanya orang beli sesuai dengan usia mereka. Kalau umurnya 50 tahun, ya lepas 50 ekor burung," ujar seorang pedagang diwawancarai redaksi.
Seiring dengan berkumandangnya doa-doa, burung-burung kecil dilepaskan ke udara, mengepakkan sayapnya menuju kebebasan. Momen ini menjadi simbol harapan agar kehidupan yang dijalani di tahun baru lebih ringan dan penuh keberuntungan.
Perayaan Imlek di Vihara Amurva Bhumi berlangsung dengan penuh kebahagiaan meski rintik gerimis mulai kembali membasahi kota Jakarta.
BERITA TERKAIT: