Upaya pemerintah dalam menangani wabah tersebut lewat vaksinasi dianggap kurang tepat, melainkan harus dilakukan
stamping out atau pemusnahan.
Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) Prof. drh. R. Wasito kepada
RMOL, Kamis malam, 23 Januari 2025.
“Kalau boleh jujur harusnya dilakukan
stamping out tidak hanya hewan yang sakit, hewan yang sehat tapi berdekatan,
close contact dengan hewan yang sakit itu harus dimatikan, termasuk hewan yang dicurigai terkena penyakit mulut dan kuku, itu harus dimatikan,” kata Prof. Wasito.
Menurutnya,
stamping out harus dilakukan sesuai ketentuan Badan Kesehatan Hewan Dunia atau OIE. Dengan demikian, dalam aspek ekonomis lebih menguntungkan ketimbang vaksinasi.
“Itu salah satu yang terbaik untuk mengontrol dan mencegah PMK. Ya sebetulnya kalau itu dilakukan, artinya dengan
stamping out sesuai dengan OAI, itu dari aspek ekonomis menurut saya jauh lebih menguntungkan,” jelasnya.
“Kalau dengan vaksinasi seperti saat ini, boleh dikata hasilnya nanti tidak sesuai dengan yang diharapkan,” tambah dia.
Mantan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian itu mendorong hal ekstrem berupa
stamping out yang perlu dilakukan agar Indonesia terbebas dari PMK.
“Karena tetap saja kalau divaksin, kemudian PMK dinyatakan bebas. Masih tanda tanya itu. Oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia, Indonesia dikatakan misalnya bebas PMK karena vaksinasi, artinya orang negara lain itu pada umumnya akan sangat berpikir seribu kali untuk mendatangkan barang-barang yang terkait dengan bidang produk-produk pertanian yang ada di Indonesia, apakah itu hewan ternak, sayuran atau apa aja,” beber dia.
Pakar kesehatan hewan lulusan Amerika Serikat (AS) ini selanjutnya mengurai tingkat kesulitan dan biaya yang besar dalam proses vaksinasi.
“Proses untuk memvaksinnya itu bayangkan ya, jadi aspek teknisnya saja, itu repotnya ndak karu-karuan. Dari aspek penyimpanan, lalu datang ke lapangan, menyuntik. Padahal PMK itu sangat menular, (harus) dikarantina secara ketat itu,” tegasnya.
“Di Indonesia itu kalau ada berita penyakit PMK datang gerudukan itu, termasuk oknum pejabatnya ikut-ikutan ngelihat, lah ini terus menularkan ke mana-mana. Penularan itu bisa dari hewan yang sakit secara langsung, bisa secara tidak langsung dari kotoran, tinja, lewat saliva, lewat macam-macam, termasuk lewat udara jelas, sampai lewati lautan 250 kilo (meter),” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: