Di kawasan Jalan Selakaso, Kecamatan Tawang, yang dikenal sebagai sentra produksi kue khas Imlek ini, para perajin bekerja keras memenuhi pesanan.
Salah seorang perajin kue keranjang, Hom Sen, yang telah menjalankan usahanya sejak 1950 berbagi cerita tentang peningkatan pesanan ke tempat produksinya pada momentum Imlek tahun ini.
“Pesanan sudah mulai masuk beberapa hari lalu. Biasanya puncaknya terjadi dua hingga empat hari sebelum Tahun Baru Imlek,” kata Hom Sen dikutip dari
RMOLJabar, Minggu 19 Januari 2025.
Namun di balik tingginya permintaan pesanan, tantangan besar mengintai para produsen kue keranjang yang berusaha menjaga tradisi turun-temurun. Hom Sen mengakui mempertahankan tradisi bukanlah hal mudah.
Menurutnya, kualitas bahan baku seperti tepung ketan dan gula merah menjadi kunci kelezatan kue keranjang. Namun, harga bahan-bahan tersebut terus meningkat, memaksa produsen mencari cara mempertahankan rasa dan tekstur tanpa menaikkan harga terlalu tinggi.
"Walaupun harga bahan baku naik, kami tetap berusaha mempertahankan rasa dan kualitas. Ini soal menjaga tradisi yang sudah turun-temurun," kata Hom Sen.
Dengan harga jual Rp40.000 per kilogram, kue keranjang buatannya tetap menjadi pilihan favorit, baik sebagai hidangan khas maupun oleh-oleh. Kini pelanggannya bukan hanya dari masyarakat sekitar, melainkan juga luar daerah yang sengaja datang membeli kue keranjang buatannya.
Sementara untuk mengatasi tantangan produksi, Hom Sen saat ini juga mulai mengandalkan teknologi. Proses yang dulu sepenuhnya manual kini menggunakan mesin untuk meningkatkan efisiensi tanpa mengorbankan kualitas.
"Jika dulu semua proses dilakukan manual, sekarang kami menggunakan mesin untuk mempercepat produksi. Rasanya tetap sama seperti dulu," ujar Hom Sen.
Meskipun teknologi membantu, Hom Sen menegaskan, aspek tradisional dalam pembuatan kue keranjang tetap dipertahankan.
Proses penyimpanan, misalnya, dilakukan selama 1-2 hari agar tekstur kue benar-benar kenyal dan sempurna sebelum dijual.
BERITA TERKAIT: