Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dikunjungi Wali Nanggroe, Nelayan Aceh Timur Curhat Soal Tingginya Retribusi Hasil Tangkapan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/agus-dwi-1'>AGUS DWI</a>
LAPORAN: AGUS DWI
  • Minggu, 20 Agustus 2023, 01:43 WIB
Dikunjungi Wali Nanggroe, Nelayan Aceh Timur Curhat Soal Tingginya Retribusi Hasil Tangkapan
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, saat meninjau langsung kapal nelayan di TPI Kuala Idi, Aceh Timur/Ist
rmol news logo Para nelayan di Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, mengeluhkan berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan aktivitas melaut. Keluhan itu disampaikan saat Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, melakukan kunjungan kerja di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kuala Idi, Sabtu (19/8).  

Dalam pertemuan dengan Wali Nanggroe, Panglima Laot Lhok Kuala Idi, Husaini, menjelaskan poin-poin keberatan mereka terhadap besaran Pajak Negara Bukan Penghasilan (PNB) yang ditetapkan melalui Surat Edaran (SE) terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI).

"Dalam SE itu disebutkan, setiap kapal yang melaut di atas 12 mil, wajib bermigrasi ke pusat. Sedangkan kita di Aceh diberikan kewenangan untuk beroperasi dengan kapal yang berkapasitas GT60," jelas Husaini, dikutip Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu (19/8).

Karena itu, menurut Husaini, jika ada larangan melaut di atas 12 mil, kewenangan Aceh yang membolehkan nelayan melaut dengan kapal GT60 dianggap percuma.  

Kemudian, Pemerintah Pusat melalui SE itu juga menetapkan besaran PNBP atau retribusi yang sangat memberatkan. Yaitu lima persen untuk setiap trip bagi kapal GT60, dan 10 persen untuk setiap trip bagi kapal di atas GT60.

“Ini sangat memberatkan bagi nelayan. Belum lagi harga acuan yang ditetapkan yang ditetapkan untuk setiap kilogram hasil tangkapan bukanlah harga acuan Aceh, tapi harga acuan Sumatera,” paparnya.

Terkait persoalan PNB, kata Husaini, beberapa waktu lalu para tokoh dan pemilik kapal di Aceh Timur sudah duduk berembuk, jika SE tersebut terus diberlakukan, sangat besar kemungkinan satu persatu kapal pencari ikan di kabupaten itu akan berhenti beroperasi.

Bahkan, lanjut Husaini, saat ini beberapa pemilik kapal telah menandatangani formulir migrasi yang keluarkan oleh KKP setempat. Namun, masih ada banyak pemilik kapal yang belum menandatangani formulir yang diajukan saat kapal bergerak menuju wilayah tangkapan di laut.

Akibatnya, beberapa minggu lalu, sebanyak 5 kapal nelayan ditangkap dan dicabut dokumennya. Kapal-kapal yang ditangkap itu dibawa ke Belawan, Sumatera Utara.

“Pada prinsipnya kami tidak setuju, tapi karena kami sudah mengeluarkan banyak operasional untuk kapal melaut, sebagian terpaksa menandatangani persetujuan migrasi itu, yang dikeluarkan oleh KKP di sini. Karena kalau tidak setuju, akan beresiko saat di laut, akan diambil tindakan, pencabutan dokumen dan penangkapan kapal,” tutur Husaini.  

Menanggapi keluhan para nelayan, Malik Mahmud Al-Haythar meminta kepada para nelayan yang bernaung di bawah organisasi Panglima Laot, untuk membuat surat keberatan yang ditujukan kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Pusat, dan stakeholder lainnya.

“Dengan dasar surat tersebut, akan menjadi bahan bagi saya untuk berbicara dengan berbagai pihak, baik di tingkat Aceh, dan ke Pemerintah Pusat,” kata Malik Mahmud. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA