Pendapat Pengajar hukum di Monash University Australia ini dikemukakan pada saat menjadi narasumber di Acara Zona Ngopi (Ngolah Pikir) HICON Law & Policy Strategies bertema "
Pandemi dan Rasionalitas Beragama", Sabtu sore (25/4).
Rois Syuriah PCINU Australia-Selandia baru ini berpendapat, dalam menangani pandemik Covid-19 ini harus fair. Jangan hanya melarang ibadah di masjid dan peribadatan lainnya, tapi di waktu yang sama pasar dan pusat keramaian lainnya masih beraktivitas.
"Menyelesaikan Covid-19 jangan hanya gunakan pendekatan agama, ibadah di masjid musala dilarang dan di terminal pasar dan lain lain masih ramai. Pemerintah harus intervensi untuk melarang kerumunan," demikian kata Gus Nadir.
Gus Nadir menjelaskan, hasil riset yang pernah ia lakukan mengenai fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Fatwa MUI akan efektif dan memiliki tingkat kepercayaan umat tinggi hanya di bidang aliran sesat dan kasus pornografi.
Terkait fatwa yang berkaiatan dengan fikih sangat tidak efektif dan banyak yang menentang.
"Nature penduduk Indonesia itu musuh bersama seperti aliran sesat dan moral, penistaan agama itu akan kompak, fatwa MUI akan jadi pemersatu. Fatwa politik juga tidak begitu dijalankan umat. Tapi kalau sudah masuk wilayah fikih akan jarang diikuti, contohnya soal rokok saja umat susah matuhi," urai Pria asal Cirebon ini.
Gus Nadir menilai, penyelesaian wabah Covid-19 akan efektif jika tes masal dilakukan secara masif. Dari jumlah penduduk Indonesia yang menembus 270 juta, sampel yang sudah dites terbilang sangat kecil.
"Saya cenderung mengatakan selama belum ada tes masif wabah ini akan terus meluas. Indonesia paling rendah di dunia untuk tes masal, maka semua orang diduga kuat punya potensi membawa virus itu dan menularkan," kata Gus Nadir.
Ia meminta masyarakat untuk tetap beraktivitas di rumah. Keluar rumah dilakukan apabila ada kepentingan yang mendesak.
Terkait dengan pasar sebagai sumber logistik masyarakat, pemerintah harus memastikan aturan physical distancing berjalan dengan maksimal.
"Kalau perut lapar diganti dengan apa? maka harus ke pasar, pemerintah harus memastikan diatur jaraknya, posisinya. Bahkan kalau perlu dibatasi yang masuk ke pasar masuk 50 orang. La ini di Indonesia coba lihat saja pasar masih ramai kerumunan orang seperti nggak ada pandemik," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: