TSUNAMI SELAT SUNDA

PVMBG: Segera Realisasikan Alat Peringatan Dini Tsunami Akibat Erupsi Gunung Api

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 26 Desember 2018, 14:42 WIB
PVMBG: Segera Realisasikan Alat Peringatan Dini Tsunami Akibat Erupsi Gunung Api
Foto/Net
rmol news logo Kelengkapan alat pendukung peringatan dini tsunami akibat erupsi gunung api harus segera direalisasikan. Terlebih, Gunung Anak Krakatau masih terus mengalami erupsi.

Demikian yang disampaikan Kepala Bagian Tata Usaha, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (), I Gede Suantika saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (26/12).

"Harus segera diwujudkan karena Gunung Anak Krakatau masih erupsi terus. Mungkin ke depan masih ada fluktuasi erupsi seperti tanggal 22 Desember 2018 yang dapat membangkitkan tsunami kecil lagi," kata dia.

Selain itu, kata I Gede, Indonesia harus memperbanyak sensor peringatan tsunami akibat erupsi gunung api, khususnya di komplek Krakatau.

"Alat pencatat tsunami itu sama saja dengan yang Indonesia miliki sekarang. Mungkin sensor-sensornya diperbanyak penempatannya. Khusus untuk di Komplek Krakatau harus ada sensor gempa (pencatat aktivitas gunung api dan tektonik). Ini sudah dipasang oleh KESDM melalui PVMBG, kalau BMKG mau pasang lagi tidak masalah," ungkap mantan Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) ini.

Selain itu, harus disediakan alat pencatat perubahan tekanan air laut (Buoy) yang merupakan tupoksi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Tide Gauge (pencatat gelombang laut) yang masuk dalam tupoksi Badan Informasi Geospasial (BIG).

"Sehingga embrio tsunami yang disebabkan oleh erupsi Anak Krakatau terekam sedini mungkin, dan seketika itu juga dapat menghidupkan sirene yang ada di permukiman di Pantai Banten dan Pantai Lampung," tuturnya.

Sehingga, kata I Gede, ada waktu sekitar 20-45 menit dari sirena berbunyi sampai tsunami datang. "Itu golden time hitungan menit untuk menyelamatkan diri," ucapnya.

Pihaknya, lanjut I Gede, terus merekam erupsi gunung api termasuk getarannya. Namun yang menjadi masalah, getaran letusan terbesar serta material yang tersembur kemudian jatuh ke laut dan melahirkan tsunami, rekamannya sama dengan seismograf di Stasiun Anak Krakatau dan Pulau Sertung. Hal ini juga disebabkan tidak ada Bouy dan Tide Gauge di lokasi.

"Karena getaran terdekat berasal dari erupsi gunung api sehingga getaran dari gelombang tsunami tidak bisa dikenali. Jadi bagaimana bisa PVMBG mengeluarkan warning tsunami ? Seharusnya ada Tide Gauge dan Buoy di sana," tuturnya.

Gede mengaku, saat ini alat Bouy dan Tide Gauge tidak ada di Indonesia khususnya di komplek Gunung Krakatau. Sehingga perlu ditempatkan Bouy di lokasi tersebut.

"Tidak atau belum ada dari dulu," pungkasnya. [lov]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA