Demikian disampaikan mantan Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Gede Suantika kepada redaksi, sesaat lalu (Rabu, 26/12).
"Monitoring dan peringatan dini saat ini Baru tataran wacana dan seminar-seminar ilmiah," tambah Gede yang kini menjabat Kepala Bagian Tata Usaha PVMBG.
Lebih Lanjut gede mengatakan, pemerintah dalam artian lembaga terkait seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (BG-KESDM) minim lakukan koordinasi.
"
Ewuh pakewuh (rasa tidak enak) masih kental dalam koordinasi ini," tegas Gede.
Dalam kasus tsunami di Selat Sunda, sambung Gede, pemerintah telah mendapatkan pengalaman dari erupsi gunung api Krakatau pada tahun 1883, hanya saja mengabaikan Gunung Anak Krakatau.
"Kita mengabaikan gunung api Anak Krakatau. Karena kita anggap tubuhnya masih kecil," tutur Gede.
Saat ini kata dia pemerintah baru memiliki TEWS alat pendeteksi tsunamigenik dari gempa teknonik, sementara belum memiliki pendeteksi tsunami akibat erupsi gunung api.
"Sistem yang ada baru TEWS untuk tsunamigenik dari gempa tektonik. System ini sudah agak lumayan, walaupun perlu didorong supaya lebih maju lagi kinerjanya," demikian Gede.
[jto]