Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan, masa tanggap darurat mulai berlaku sejak 28 September sampai 11 Oktober 2018.
"Tetapi dengan kondisi medan yang demikian berat, korban masih banyak, kebutuhan kebutuhan dasar bagi para pengungsi belum terpenuhi, kemungkinan akan diperpanjang sesuai dengan kebutuhan," jelasnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, Jumat (5/10).
Sutopo mengatakan, sekitar tanggal 10 Oktober nanti, akan ada rapat koordinasi di posko darurat di sana. Nah, diperpanjang atau tidaknya masa tanggap darurat akan diputuskan dalam rapat itu.
"Akan dibahas bagaimana evaluasi korban seperti apa. Terutama untuk pengungsi, kebutuhan dasar sudah terpenuhi belum, sehingga di sana diputuskan akan diperpanjang," imbuhnya.
Jika diputuskan masa tanggap darurat diperpanjang, tim akan melaporkan hasilnya ke Gubernur Sulawesi Tengah. Gubernur pun akan langsung menetapkan perpanjangan masa tanggap darurat. Masa waktu perpanjangan tergantung pada laporan tim tersebut. Yakni bisa 3 hari, 7 hari atau bahkan 14 hari.
"Untuk pencarian korban sesuai dengan prosedur yang ada dari Basarnas, pencarian korban itu sebenarnya 7 hari, kemudian ditambah 3 hari artinya apa selama 10 hari seluruh kekuatan yang ada dikerahkan untuk mencari korban," jelasnya.
Setelah masa perpanjangan 10 hari, jika masih diputuskan masa tanggap darurat diperpanjang, maka kekuatan tim pencari pun akan dikurangi.
"Setelah 10 hari akan dilakukan melanjutkan lagi mungkin 7 hari, atau 4 hari, sehingga total 14 Hari. Tetapi kekuatan yang ada dikurangi. Itu sesuai dengan mekanismenya, karena dalam proses pencarian, di atas 10 hari korban diperkirakan sudah meninggal dunia," pungkas Sutopo.
[jto]