Jika Tidak Dibatasi, Transportasi Online Ancam Keberadaan Angkutan Umum

Putusan MA Tidak Rasional

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 06 September 2017, 01:34 WIB
Jika Tidak Dibatasi, Transportasi Online Ancam Keberadaan Angkutan Umum
Foto/Net
rmol news logo . Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan hanya memiliki waktu 90 hari untuk merancang ulang paraturan tentang transportasi online setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan enam orang yang keberatan dan melakukan hak uji materi terhadap Permen Perhubungan 26/2017.

Padahal dalam Permen tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek itu mengatur sejumlah hal krusial. Mulai dari batasan tarif bawah, kuota, STNK berbadan hukum hingga Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT). Namun poin-poin tersebut dicabut oleh MA.

Direktur Angkutan dan Multimoda Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Cucu Mulyana menyebutkan aturan tersebut merupakan poin yang krusial.

Menurutnya, jika tidak ada aturan mengenai tarif, penyedia layanan bebas menentukan tarif sendiri. Bahkan bisa menghilangkan tarif demi mengikat para pelanggan tetap yang menggunakan jasa transportasi online. Begitu pula dengan batasan kuota, jika tidak dibatasi maka besar kemungkinan akan mengancam keberadaan angkutan umum atau transportasi konfensional.

"Kalau kuota tidak dibatasi, nanti bebas sebebas-bebasnya, tarif juga bebas menentukan tarif bahkan sampai minus juga bebas. Aturan mengenai domisili kendaraan juga harus ada, nanti kalau bebas juga wilayah operasinya juga bebas sebebas-bebasnya," ujar Cucu saat diskusi bertajuk 'mencari solusi terbaik pengaturan taksi online pasca putusan Mahkamah Agung atas Permen 26/2017' di Hotel Alila, Jakarta Pusat, Selasa (5/9).

Senada dengan Cucu, pengamat transportasi publik Darmaningtyas menilai keputusan MA terkait pencabutan poin-poin krusial dalam Perma 26/2017 sangat tidak rasional.

Menurutnya jika tidak ada aturan mengenai tarif batas bawah dan kouta transportasi online maka akan menimbulkan diskriminatif.

"Siapapun yang masuk bisnis trasportasi harus berbadan hukum. Siapapun dan hukum ini tidak diskriminatif. Persoalan tarif dibatasi atau tidak, tetap harus ada aturan dan aturan kouta itu untuk keseimbangan," ujar Darmaningtyas yang juga pembicara dalam diskusi tersebut.

Ketua Institut Transportasi (Instran) itu juga menyoroti aturan pajak yang harus diberlakukan kepada penyedia layanan transportasi online serta kendaraan transportasi online.

"Yang paling penting lagi pajak harus ada regulasinya. Jangan sampai jalan rusak dan polusi dari banyaknya transportasi online tetapi tidak ada kontribusinya kepada negara," pungkasnya. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA