Mendes Eko Putro Sandjojo mengatakan, dengan penandatanganan nota kesepahaman menjadi upaya dalam menjawab tantangan elektrifikasi di daerah-daerah yang selama ini masih tidak memiliki akses listrik. Setidaknya, kebutuhan listrik tiap desa sebesar 200 kilowatt.
"Kita wajib memastikan tidak ada lagi saudara sebangsa kita yang harus menjalani kehidupan mereka tanpa listrik. Jika kita mampu menghasilkan listrik dengan harga murah maka akan membuat listrik menjadi lebih mudah diakses bagi masyarakat di kawasan pedesaan, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi," jelasnya usai penandatanganan kerja sama di Hotel Mulia, Jakarta (Rabu, 19/7).
CEO GE Indonesia Handry Satriago menambahkan, industri energi Indonesia sedang mengalami transformasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu memerlukan pemahaman luas mengenai kebutuhan energi yang terus berubah.
"Kemampuan Indonesia untuk tumbuh secara ekonomi maupun sosial bergantung kepada ketersediaan listrik. Dan bagaimana kita memproduksi listrik tergantung kepada kemampuan kita membiayainya, menjamin ketersediaannya terus-menerus dan keamanannya," jelasnya.
Dalam penandatanganan kerja sama, pihak GE akan menyediakan dukungan lewat portofolio teknologi pembangkit listrik, termasuk solusi hibrida, perpaduan bahan bakar gas atau solar dengan tenaga surya atau photovoltaic, pembangkit listrik energi terbarukan, serta solusi kelistrikan digital dan microgrid.
Pengkajian teknologi tersebut diharapkan dapat menjawab kebutuhan listrik di 13 ribu desa yang tersebar di lokasi transmigrasi, perbatasan, bagian terluar dan tertinggal di Indonesia.
Kemendes sendiri menjadwalkan aplikasi pertama kerja sama pada 2018. Hingga kini, dari total 82.190 desa yang masuk dalam kategori elektrifikasi, sebanyak 69.531 desa sudah teraliri listrik.
[wah]
BERITA TERKAIT: