Kejadian ini sudah berlangsung beberapa tahun belakangan. Sehingga, warga harus menggunakan lanting atau rakit yang terbuat dari bambu untuk menyebrangi sungai dengan lebar 10 meter dan berarus deras.
"Kami harus menyebrangi sungai dengan arus yang deras dan lebar 10 meter ini, bila hendak memakamkan kerabat yang meninggal dunia," kata Apri salah seorang warga seperti diberitakan
RMOLBengkulu.com, Rabu (12/7).
Jembatan yang merupakan akses satu-satunya menghubungkan pemukiman warga dan pemakaman sudah mengalami kerusakan parah. Saat ini, kondisi papan lantai sudah lapuk dan sebagian dari jembatan tersebut tidak lagi ada papan lantainya.
Sehingga setiap ada warga yang meninggal dunia warga bergotong royong menyebrangkan jenazah menuju pemakaman dengan menggunakan rakit. Keadaan jembatan yang sangat memprihatinkan tersebut sangat dikhawatirkan akan membahayakan warga jika tetap nekat dilewati.
"Memang ada jembatan gantung namun kondisinya tak berlantai separuh, jika ada lantai papannya lapuk, membahayakan," ujarnya.
Diungkapkan Apri, dirinya bersama warga Desa Tanjung Aur II sangat berharap kepada pemerintah agar dapat melakukan perbaikan jembatan. Dikhawatirkan jika terus berlanjut hal seperti ini akan berdampak tidak baik untuk warga yang ikut menghantarkan jenazah menyebrangi sungai.
"Kami minta perhatian pemerintah untuk segera melakukan perbaikan jembatan ini," tutupnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: