Luhut Ogah Buru-buru Bahas Nasib Reklamasi

Jumat, 05 Agustus 2016, 09:41 WIB
Luhut Ogah Buru-buru Bahas Nasib Reklamasi
Luhut Binsar Panjaitan/Net
rmol news logo Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan akan meng­kaji kembali penghentian proyek reklamasi Teluk Jakarta. Dia mengaku tidak ingin buru-buru memutuskan melanjutkan atau tidak proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, pernyataan Luhut itu sudah tepat dan harus diapresiasi. Karena menurut­nya, kunci penyelesaian kasus tersebut ada di tangan Gubernur DKI Jakarta dan Presiden Joko Widodo.

Dia pun sepakat karena dalam pemahaman dia, Rizal Ramli tidak pernah mengeluarkan rekomendasi penghentian atau moratorium reklamasi pantai utara Jakarta. Itu yang perlu dikaji dan dicermati.

"Rizal Ramli tidak menghen­tikan reklamasi, tidak menge­luarkan keputusan apa-apa soal reklamasi pantai utara Jakarta," kata Refly di Jakarta, Kamis (4/8).

Yang berhak menghentikan reklamasi, kata dia, adalah siapa yang mengeluarkan perintah reklamasi. Siapa yang menge­luarkan, ya pasti dia yang men­cabut. "Dalam konteks rekla­masi pantai utara Teluk Jakarta, ya yang berhak menghentikan atau mencabut adalah Gubernur DKIJakarta, Basuki T Purnama alias Ahok," kata dia.

Refly mengatakan, karut-mar­ut kasus reklamasi pantai utara Jakarta terjadi karena tidak ada koordinasi dengan kementerian lain. Sehingga Rizal Ramli saat itu dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggu­nakan undang-undang sektoral untuk menilai reklamasi terse­but.

Akibatnya muncul larangan mulai dari tidak boleh mengeruk pasir dan menggunakan alat-alat berat hingga mencabut izin lingkungan hidup. "Sehingga jika Pemprov DKI Jakarta men­geluarkan izin reklamasi, UU sektoral tadi bisa bypass dan re­klamasi pun tidak bisa berjalan. Karena itu perlu koordinasi dan tidak perlu saling ngotot," katanya.

Selain itu, kata Refly Harun, kunci penyelesaian kasus re­klamasi ini ada di Presiden Joko Widodo. "Presiden yang bisa memutuskan dan jika Pak Jokowi turun tangan, kasus re­klamasi akan jalan," katanya.

Kalau presiden mengeluar­kan perintah penghentian re­klamasi, kata bekas wartawan itu, akan ada konsekuensi yang sangat besar yakni gugatan perbuatan melawan hukum, gu­gatan ganti rugi dan gugatan ke PTUN dari para pengembang atau investor.

Sebelumnya, ahli hukum tata negara, IGede Panca Astawa menilai, Ahok memiliki kekua­tan hukum untuk melanjutkan pembangunan kawasan Pantai Utara Jakarta. Dia menyatakan, kewenangan Ahok dalam melan­jutkan proyek reklamasi sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara.

"Melalui Pasal 4 di Keppres 52 tahun 1995, itu artinya mem­berikan kewenangan kepada Gubernur DKIJakarta. Mau diapakan saja, itu wewenang penuh ada pada Gubernur," kata Panca saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan perkara suap pembahasan dua Raperda mengenai reklamasi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/8).

Dengan kewenangan yang dimilikinya, Panca Astawa me­nilai Ahok berhak mengeluarkan izin reklamasi kepada pengem­bang. Sebaliknya, Ahok juga dapat memberhentikan proyek tersebut jika ditemukan per­masalahan dalam pelaksanaan­nya. "Itu semua ada di tangan Gubernur DKI," katanya.

Panca mengaku heran dengan keputusan pemerintah melalui Menko Kemaritiman saat itu, Rizal Ramli menyatakan mora­torium proyek reklamasi pada April lalu. Menurutnya, keputu­san moratorium itu tidak memi­liki dasar hukum yang jelas.

"Atas dasar apa menteri menghentikan reklamasi? Hanya Gubernur yang berhak menghentikan," katanya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA