Data yang dilansir per tanggal 3 Juli 2016 oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLKH) itu diperoleh dari hasil pantauan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dari satelit Modis dengan sensor N0AA 18/19 milik Lembaga Antariksa Amerika Serikat (NASA).
"Terjadi perbedaan data titik api dengan yang dilansir oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," ujar Kepala Biro Humas KLKH, Novrizal saat dihubungi
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (4/7).
Novrizal menyebutkan, 48 titik api itu terdeteksi dengan tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
"Kalau dibawah (angka) tersebut bisa jadi misalnya itu cerobong asap pabrik, bahkan atap seng bisa menjadi hotspot juga," tukasnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mendeteksi 288 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang atau 30 hingga 79 persen dan tinggi lebih dari 80 persen pada Minggu (3/7) pukul 06.00 WIB.
Dari 288 hotspot tersebut, 245 berada di Pulau Sumatera dan 43 di Kalimantan. Sebagian besar hotspot terjadi karena unsur kesengajaan atau dibakar.
[wid]
BERITA TERKAIT: