Dari total temuan pangan TMK, sebanyak 75.799 kemasan senilai Rp 3,03 miliar adalah pangan TIE, 81.309 kemasan pangan kadaluwarsa senilai Rp 3,25 miliar dan 55.248 kemasan rusak senilai Rp 2,2 miliar. Total keekonomian yang merugikan negara dari peredaran produk-produk tersebut senilai Rp 8,49 miliar. Pangan TMK paling besar ditemukan dalam produk pasta, ikan dalam kaleng, kopi, daging, bumbu, dan permen.
"Produk TMK itu dari dalam dan luar negeri. TIE paling banyak ditemukan di Batam ada 23.450 kemasan, di sana rawan sebab banyak pelabuhan tikus. Lalu Medan 21.483 kemasan, Pekanbaru 8.167 kemasan, Jakarta 3.366 kemasan, dan Semarang, 2.782 kemasan," jelas Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM Suratmono, di kantornya, Jakarta, Kamis (30/6).
Menurutnya, temuan tersebut didapat setelah BPOM melakukan intensifikasi pengawasan sejak 23 Mei sampai 29 Juni 2016. Hasil temuan membuktikan, tingkat pelanggaran dari produsen, distributor dan pedagang makanan masih cukup mengkhawatirkan.
Suratmono menjelaskan, produk-produk impor paling banyak berasal dari Malaysia yakni 34 persen, China (27 persen), Singapura (16 persen), Thailand (13 persen) Italia (5 persen), dan sisanya berbagai negara.
Untuk produk kadaluarsa, paling banyak ditemukan di wilayah Jayapura yakni 16.899 kemasan, Makassar (14.956 kemasan), Manado (13.757 kemasan), Palembang (6.312 kemasan) dan dari Padang (6.312 kemasan). Sedangkan untuk produk yang rusak terbanyak didapatkan di Makasar (30.852 kemasan), Manado (20.102 kemasan), Yogyakarta (679 kemasan), Manokwari (677 kemasan), dan Mataram (455 kemasan).
"Tindak lanjutnya temuan langsung kita amankan sebanyak 42.935 kemasan. Lalu kita musnahkan sebanyak 80.204 kemasan, dan ada yang kita kembalikan ke penyalur sebanyak 14.423 kemasan," demikian Suratmono.
[wah]
BERITA TERKAIT: