‎Untuk itu, dia melawan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur untuk menuntut keadian yang didaftarkan sejak 7 Januari 2016 lalu.
‎"Saya diancam akan dipecat secara lisan dan sepihak sejak tanggal 13 Agustus 2015 lalu. Ada saksi tersumpah yang sudah memberikan keterangan di pengadilan," kata Devfanny kepada redaksi, Kamis (9/6) malam.
‎Dia juga mengaku sudah dua kali menerima surat peringatan (SP 2) serta Surat Keputusan (SK) mutasi sebanyak dua kali. Padahal, mantan laboran tersebut tidak pernah diperiksa terkait kesalahan yang dituduhkan padanya.
‎"Saya tidak pernah diperiksa, karena memang tidak pernah melakukan kesalahan. Lantas tiba-tiba dapat SP dan SK mutasi dalam satu waktu. Lho kok aneh. Itu kan unprosedural," bebernya.
‎Saat diklarifikasi, Mahdi enggan mengomentari dan menyerahkan hal tersebut kepada Kepala Humas dan KIP UI, Rifelly Dewi Astuti.
‎"Saya sudah serahkan ke humas UI (Rifelly). Jadi, mohon hubungi humas UI saja," timpal Mahdi melalui pesan singkat elektronik.
‎Sementara itu, humas UI, Rifelly membantah terkait pemecatan terhadap Devfanny. ‎Menurutnya, Mahdi selaku Dekan tidak pernah memecat yang bersangkutan.
‎"Beliau (Mahdi) hanya melakukan mutasi dikarenakan tindakan indisipliner yang bersangkutan (Devfanny). Sampai saat ini yang bersangkutan m masih berstatus pegawai UI dan masih menerima benefit sebagai pegawai," urainya.
‎Terkait hasil putusan PTUN yang memenangkan penggugat, Rifelly menanggapi hal tersebut sebagai suatu proses hukum yang normal.
‎Pihaknya juga telah menyerahkan hal itu kepada Badan Legislasi dan Layanan Hukum (BLLH) UI yang terlibat langsung diproses pengadilan.
"Proses pengajuan gugatan merupakan hal wajar karena setiap warga negara berhak untuk mengajukan gugatan kepada PTUN. Hal tersebut merupakan Konsekuensi suatu negara hukum. Kami sedang menanti laporan dari BLLH UI yang terlibat langaung di pengadilan" pungkasnya.
‎Sebelumnya, PTUN Jakarta Timur melalui nomor perkara 05/G/2016/PTUN-JKT antara tergugat Dekan FFUI, Mahdi Jufri, dengan penggugat Devfanny Aprilia Artha selaku kepala Sekretariat Pimpinan sekaligus Kahumas FFUI.
Pada putusannya, sidang yang diketuai oleh Hakim Edi Septa Surhaza, Selasa (7/6), menyatakan tidak sahnya SK Mutasi dan SP yang dikeluarkan oleh tergugat selaku pejabat tertinggi di Fakultas.
‎Majelis Hakim juga menolak eksepsi tergugat dan mengabulkan gugatan penggugat dalam pokok perkara berupa pencabutan SK yang menyebabkan dimutasinya penggugat.
Dalam putusannya, Majelis Hakim menilai bahwa berdasarkan Pasal 75 ayat 2 Peraturan Majelis Wali Amanat UI Nomor 004/Peraturan/MWA-UI/2015 tentang Anggaran Rumah Tangga UI, pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan ketenagaan di UI seharusnya berada pada Pejabat Pembina Kepegawaian, dalam hal ini rektor dan bukan pada seorang dekan.‎
[sam]