Sedikitnya 40,9 juta jiwa penduduk yang terpapar sedang-tinggi longsor yang tersebar di 274 kab/kota. Artinya, jiwa mereka terancam langsung dari longsor. Untuk itu perlu mitigasi bencana longsor yang komprehensif, baik struktural maupun non struktural yang dilakukan sebelum, saat, dan sesudah bencana.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BPNB), Sutopo Purwo Nugroho menerangkan, salah satu upaya mitigasi longsor dengan memasang sistem peringatan dini (EWS,
early warning system).
"Beberapa kasus, EWS ini mampu menyelamatkan masyarakat, seperti di EWS UGM di Karanganyar," sebutnya.
Sayangnya, EWS yang terpasang di daerah rawan longsor di Indonesia masih sangat terbatas. Diperkirakan hanya ada sekitar seratus jumlahnya dari kebutuhan ratusan ribu unit. Padahal EWS tidak harus canggih.
"Ada yang sederhana dengan tali nilon yang dikaitkan dengan megaphone. Harganya kurang dari Rp 300 ribu," bebernya.
Sedangkan yang canggih yang lengkap dengan wireless ekstensometer, tiltmeter, penakar hujan, repeater, lampu peringatan, tower antena, dan server lokal beserta pemetaan, sosialisasi, pelatihan kesiapsiagaan masyarakat dan lainnya sekitar Rp 300 juta. Sejauh ini, jelas Sutopo, BNPB bersama Universitas Gadjah Mada dan PVMBG telah memasang 20 unit EWS lengkap yaitu 10 unit di Jawa Tengah dan 10 unit di Jawa Barat.
"Dalam waktu dekat akan dilanjutkan pemasangan 20 unit lagi," imbuhnya.
Mengutip pernyataan Kepala BNPB, Syamsul Maarif bahwa masterplan pengurangan risiko bencana longsor harus dirampungkan pada tahun 2015. Isinya bukan hanya memasang EWS saja, tetapi juga penguatan kapasitas, sistem rantai peringatan dini, pemberdayaan masyarakat, sosialisasi dan lainnya.
"Tantangan yang berat adalah non struktural yang menyangkut budaya sadar bencana dan komitmen pemda dan masyarakat," tutupnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: