"Kita harapkan pusat itu ada rapat tertentu di kabinet dilibatkan gubernur. Selama ini tidak. Harusnya persis zaman Soekarno. Jadi harusnya presiden punya hati bangun Jakarta. Jakarta dulu bisa punya HI, GBK, Monas, karena ada Bung Karno yang ikut mikirin," ujarnya di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (10/7).
Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, menurut Ahok, harus dikelola presiden terpilih nanti dengan bijaksana. Misalnya terkait saham-saham yang dimiliki oleh pemerintah daerah di beberapa BUMN milik pusat seperti SPBG dan pembangunan PLTG. Dukungan pusat terhadap pembangunan Pemprov DKI dari BUMN seperti PT PGN dan PLN dirasa sangat penting.
Contoh lainnya rencanan pembangunan Bandara Ali Sadikin, pelabuhan dalam kota dan reklamasi pantai utara Jakarta. Ia meminta pusat berkontribusi dalam proses peleburan PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung dilebur dengan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) untuk membentuk pusat logistik di ibukota seperti di Singapura.
"Bandar udara dan pelabuhan laut. Ini semua kita harapkan dari pusat," tandasnya.
Permintaan Ahok lainnya adalah agar pembagian tanggung jawab antara Kementerian PU dengan Dinas PU juga diperjelas dalam pembangunan jalan. Karena terkadang pihaknya tidak bisa memperbaiki sejumlah ruas jalan di ibukota yang mengalami rusak parah karena berada di bawah kewenangan Kemen PU. Hal serupa juga berlaku dalam pengerukan 13 sungai besar di Jakarta yang pelaksanaanya dilakukan oleh Kemen PU. Karena pembangunan tak kunjung selesai, mengakibatkan pembangunan turap atau sheet pile oleh Pemprov DKI juga terhambat.
"Tapi bagi saya sih siapa pun jadi presiden, saya harap nggak berubah lah. Masa udah kenal Ahok, terus berubah pas jadi presiden, kan nggak lucu. Dua-dua cocok aja buat aku. Dua-dua gampang komunikasi. Keduanya lewat ajudan juga. Soal makan Prabowo lebih suka makan
sih. Jokowi suka telat
aja. Beda jenis
sih. Susah
bandingin," jelas Ahok terkekeh-kekeh.
[wid]
BACA JUGA: