Rapat antara Pemprov DKI Jakarta dengan perusahaan yang memberi hibah bus sudah berlalu sekitar dua pekan. Saat itu, Wiriatmoko berjanji akan menyelesaikan persoalan bus hibah ini paling lambat satu minggu saja. Ternyata pria yang akrab disapa Moko ini tidak menepati janjinya. Justru Moko menyalahkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang lambat memberi solusi.
"Kalau belum ada rekomendasi dari sana (BPKP), ya saya enggak mau (terima)," ujar Moko di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis (27/3).
Surat rekomendasi dari BPKP dinilai Moko penting. Karena Basuki meminta agar bus hibah itu dibebaskan dari beban pajak reklame. Sebab sebelumnya perusahaan yang menghibahkan bus itu meminta agar Pemprov DKI membebaskan perusahaanya memasang iklan tanpa harus membayar pajak. Basuki pun setuju karena bagi DKI sudah cukup ada perusahaan yang mau menyumbang bus secara gratis seharga milyaran rupiah. Sayangnya, pikiran Basuki tidak sejalan dengan Wiriatmoko. Basuki merasa ada yang janggal mengapa Pemprov DKI menolak bus gratis yang jumlahnya puluhan unit. Padahal, DKI bisa menghemat APBD hingga puluhan milyar rupiah.
Ketika hal itu dikonfirmasi ke Moko, emosinya justru meningkat.
"Enggak mau ngomong lagi saya, saya enggak mau komentar, takut ribut lagi. Biarin saja, aku enggak mau komentar tentang itu
Bersama dengan BPKD DKI dan Dinas Keuangan DKI, Moko membantah Basuki dengan alasan hal itu berpotensi merugikan negara. Selain itu, Moko juga bersikeras agar perusahaan swasta menyumbang bus berbahan bakar gas. Sedangkan bus yang dihibahkan kebanyakan menggunakan solar. Menurutnya itu bertentangan dengan Perda nomor 2 tahun 2005 tentang pengendalian pencemaran udara. Dalam aturan itu, diatur bahwa angkutan umum dan kendaraan operasional Pemprov DKI wajib menggunakan bahan bakar gas sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor. Menurut Moko, akan sia-sia bila bus berbahan bakar solar itu diterima. Karena 4 tahun lagi seluruh koridor bus transjakarta akan memiliki fasilitas SPBG.
"Mending berhentikan sajalah saja. Paling membutuhkan waktu 4-5 tahun saja. Karena DKI, PGN, dan Pertamina juga membutuhkan waktu lama untuk menyiapkan infrastruktur gas, sekitar 3-4 tahun," kata Moko santai.
Dari kacamata Moko, bus hibah oleh perusahaan tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai hibah murni. menurutnya, perusahaan yang sudah menyumbang bus seharga milyaran rupiah tetap wajib membayar pajak ke DKI bila hendak memasang iklan karena aturan tersebut sudah diterapkan oleh DKI selama ini.
[dem]
BERITA TERKAIT: