Gedung Pencakar Langit Ancam Rusak Lingkungan

Picu Turunnya Permukaan Tanah Di Ibukota

Kamis, 28 April 2011, 00:38 WIB
Gedung Pencakar Langit Ancam Rusak Lingkungan
ilustrasi, Gedung Pencakar Langit
RMOL.Beragam faktor dituding jadi penyebab terancamnya Kota Jakarta dari penurunan tanah (land subsidence). Salah satunya, akibat pertumbuhan gedung-gedung bertingkat yang tak ramah lingkungan.

Hal ini  diungkapkan peng­amat lingkungan Ahmad Safru­din. Akibat kebijakan neo­libe­ralisme dalam rangka pem­ba­ngunan kota dan kerap berpikir dalam kerangka kepentingan eko­nomi, menurutnya, berakibat pa­da kolapsnya lingkungan Ja­karta selama ini.

“Semua lahan ko­song di Ja­karta selalu diper­tanyakan nilai keun­tungannya dan dialihkan jadi wilayah de­ngan gedung-gedung pencakar la­ngit,” ucap­nya, ke­pada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.

Safrudin mengakui, pesatnya pembangunan gedung pencakar langit di Jakarta sudah meng­kha­watirkan. Sebab, sudah se­jak la­ma diketahui, struk­tur ta­nah di Jakarta hampir se­mua­nya terdiri dari tanah en­dapan yang dasar ponda­si­nya tidak terlalu kuat.

Selain itu, lanjutnya, ber­tam­bahnya gedung pencakar langit berlawanan dengan penambahan ruang terbuka hijau (RTH). Pa­salnya, banyak dampak yang ter­jadi dengan adanya bangunan ber­tingkat itu. Selain ke­hilangan RTH, juga terjadi pe­nyedotan air tanah berlebihan oleh ge­dung-gedung bertingkat.

Kemudian, adanya pe­nu­runan permukaan tanah. Dan yang tak kalah pen­tingnya adalah <i>air pollution trap atau pencemaran polusi udara. “Pencemaran udara yang ter­jebak karena banyaknya gedung pen­cakar langit yang berdiri dalam satu kawasan,” jelasnya.

Menurut Safrudin, hydro kar­bon di Jakarta sangat tinggi. Ka­rena itu, dia minta Pemprov DKI Jakarta kembali melaksanakan amanat Perda Nomor 2 Tahun 2005 tentang penanganan pen­ce­maran udara.

Dia menyarankan, Pemprov DKI Jakarta tegas mengatur pendirian gedung-gedung ber­tingkat. Menurutnya, pem­ba­ngunan gedung dengan jumlah ba­nyak tidak masalah. Asalkan, pe­ngaturan letak gedung-ge­dung pencakar langit itu jelas. Sebab, yang ada saat ini penga­turannya terkesan tidak terurus.

Pria berkaca mata ini menilai, Pemprov DKI Jakarta terlihat tak ingin berupaya keras mengelola dan menata gedung-gedung ber­tingkat. Kalau saja ini bisa dila­kukan dengan baik, gedung-ge­dung tersebut bisa disebar di be­berapa wilayah Jakarta.

“Tidak hanya terpusat dalam Segitiga Emas atau yang lebih di­kenal dengan nama CBD (Cen­tral Business District). Se­dang­kan daerah lainnya keba­nyakan kosong,” tegasnya.

Menurut Safrudin, perlu ada jarak antara gedung yang satu dengan gedung lainnya. Misal­nya diberi jarak tiap satu kilo­meter. Sementara ruang kosong tersebut bisa diisi RTH, taman kota atau bangunan-bangunan yang bukan masuk dalam kate­gori gedung pencakar langit.

Dia menegaskan, feno­mena yang dialami Kota Jakarta pernah juga menimpa Hong Kong dan Guangzhou, China. Dari penjela­sannya, di kedua negara tersebut, untuk mengatasi per­soalan ge­dung-gedung ber­ting­kat, diber­lakukan kebijakan tegas. Yakni, di dalam kota, tidak dibolehkan ada lima gedung yang ber­dekatan. Jika itu terjadi, dua dari lima  gedung itu harus diro­bohkan.

“Dua gedung yang dirobohkan itu, wilayahnya dikonversi ke da­lam ruang terbuka hijau. Jadi dalam konteks ini juga mem­be­rikan kelayakan lingkungan yang ada di kawasan tersebut,” ung­kap­nya. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA