Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Wanda Hamidah miÂsalnya, meragukan rencana peneÂgakan hukum terhadap pelangÂgar Peraturan Gubernur (Pergub) No. 88/2010 tentang Kawasan DilaÂrang Merokok (KDM) ini.
MeÂnuÂrutnya, selama ini sudah baÂnyak undang-undang (UU) dan perÂatuÂran tentang berbagai hal. Faktanya, produk-produk terÂÂÂseÂbut nyaris tak pernah diÂindahÂkan masyarakat.
“Ini karena pemerintah tidak memÂberikan sanksi hukum yang tegas. Seharusnya ketika memÂbuat peraturan, Pemprov DKI siÂap dengan perangkat untuk peÂneÂgakan hukumnya,†ucap Wanda.
Meski ragu, Wanda menyamÂbut baik larangan merokok di daÂlam gedung. Seperti diketahui, sankÂsi moral ini akan dilaksanaÂkan oleh Badan Pengelola LingÂkuÂngan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta.
Selama ini, kebiasaan merokok sudah menjadi gaya hidup dan diÂanggap dapat memberikan keÂnikÂmatan bagi si perokok. Namun, keÂbiasaan ini dapat menimbulÂkan dampak buruk bagi si peÂrokok maupun orang-orang di sekitarÂnya. Berbagai kanduÂngan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya.
Menurut Dallaris R Waty SuhaÂdi, Project Manager SwisÂsconÂtact, LSM yang biÂdang garapnya pada masalah penÂcemaran udara, Pergub No.88 Tahun 2010 tenÂtang Perubahan atas Peraturan GuÂbernur No. 75 TaÂÂhun 2005 tenÂtang KDM adalah satu langÂkah maju yang dilakukan PemÂprov DKI Jakarta.
Dia menekankan, aturan ini diÂberlakukan bukan untuk melaÂrang orang merokok. Tapi melaÂrang perokok membahayakan orang lain yang tidak merokok.
“Kita melarang orang merokok di tempat umum, tempat kerja, diÂmana disitu ada orang yang tidak merokok,†ucap Waty kepada
Rakyat Merdeka, baru-baru ini.
Karena itu, lanjut Waty, mereka yang bukan perokok, wajib dilinÂdungi pemerintah. Dan mengenai pembatasan rokok, nantinya akan dilakukan beberapa tahapan, samÂpai pelaksanaan Pergub ini efekÂtif. Sementara mengenai sankÂsi, nanti akan dilihat pelakÂsanaannya. Terutama bagi pihak pengelola tempat, karena meÂreÂka yang akan menjadi garda terÂdeÂpan pelaksanaan Pergub ini.
“Mereka yang punya tempat, jadi mereka yang bisa menerapÂkan kebijakan tersebut,†ujarnya.
Jika di lapangan masih banyak yang bandel, lanjutnya, akan ada penilaian tersenÂdiri dalam memÂberi kebijakan. Jadi tidak langÂsung dikenai sanksi. NaÂmun bisa juga dengan peringaÂtan dan pemÂberitahuan bertahap.
“Larangan merokok ini kebiÂjakan nasional. Indonesia sampai sekarang juga belum meratifikasi
Framework Convention on ToÂbacÂco Control (FCTC). Ini menÂjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah pusat,†kata Waty.
Mengenai sikap pesimistik apakah Pergub ini bisa berjalan efektif, dia menjelaskan, setiap ada peraturan yang baru pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Yang penting sekarang adalah dijalani dulu. Setelah itu, penegakan hukumnya mesti diÂperkuat, di samping peningkatan pengÂawaÂsannya.
“Selama hal ini bisa konsisten dan konsekuen, saya yaÂkin lama-kelamaan tingkat keÂpaÂtuhan masÂyarakat terhadap perÂgub ini meÂningkat,†katanya optimis.
Karena itu, Waty menegaskan, tahapan sanksi administrasi bagi pelanggar Pergub harus bisa diÂberlakukan secara tegas. Mulai dari peringatan tertulis, penyeÂbuÂtan nama tempat kegiatan/ usaha secara terbuka kepada publik meÂlalui media massa, penghentian sementara kegiatan atau usaha dan terakhir pencabutan izin.
Berdasarkan pengawasan dan pengaduan masyarakat, BPLHD telah meÂnganÂtongi 69 gedung dan tempat umum yang maÂsih meÂnyediakan tempat merokok di dalam gedung. Kebanyakan adaÂlah mall dan perkantoran.
[RM]
BERITA TERKAIT: