"Efikasi itu mengambil angka perbandingan antara kelompok yang disuntik vaksin dengan kosong atau plasebo," kata Ketua Umum PB IDI Daeng M. Faqih saat menjadi narasumber dalam serial diskusi daring Smart FM bertajuk "Bagaimanapun Vaksin Sudah Dimulai", Sabtu (16/1).
"Berapa persen kelompok plasebo yang terkena infeksi dan berapa persen kelompok yang divaksin yang terkena infeksi. Kemudian dikurangkan, itulah hasilnya muncul angka 65,3 persen (efikasi vaksin Sinovac)" sambung Daeng.
Menurut Daeng, efikasi itu bukan hanya sekadar membandingkan kelompok yang divaksin semata. Sebab, kata dia, jika hanya membandingkan kelompok yang divaksin maka efikasi Sinovac di Indonesia sangat tinggi sekali.
"Kan yang diteliti di Indonesia kan 1.600, itu dibagi dua kelompok. Dari 1.600 itu 800 yang disuntik vaksin 800 yang tidak disuntik vaksin (kosong enggak ada isi vaksinnya) disuntik plasebo namanya. Nah, 800 yang disuntik vaksin yang masih terinfeksi virus itu hanya ada 26 orang," tuturnya.
"Jadi, yang disuntik vaksin yang masih terinfeksi itu kecil hanya 3,2 persen. Artinya, yang sudah divaksin dan terlindungi tidak terinfeksi itu ada sekitar 96,7 persen. Nah tetapi, efikasi itu tidak mengambil langkah itu," imbuhnya.
Atas dasar itu, Daeng menyatakan efikasi itu tergantung pada tingginya angka infeksi pada kelompok plasebo dan rendahnya infeksi pada kelompok yang disuntik vaksin.
"Artinya, semakin tinggi yang disuntik plasebo semakin tinggi efikasinya," demikian Daeng.
Selain Daeng, narasumber lain dalam diskusi daring tersebut yakni Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena, epidemiolog dari University of North Carolina, USA Juhaeri Mukhtar, dan senior Biostatistician, European Organisation for Research and Treatment of Cancer, EU Baktiar Hasan.